Revitalisasi
Pancasila Sebagai Philosofische Grondslag
Negara
Indonesia Dan Implementasinya
Oleh
:
Prof.
Kaelan M.S
A.
Pengantar
Lemahnya
keyakinan dan pemahaman tentang filosofi bangsa ini nampak dalam berbagai
peristiwa dalam masyarakat, misalnya misalnya sifat beringas dank eras dalam
setiap penyelesaian masalah baik sosial, politik, budaya, hukum bahkan
persoalan keagamaan. Virus materialism, individualism, hedonism, serta
pragmatism telah mewabah dalam masyarakat.
Demokrasi
yang seharusnya mengantarkan rakyat untuk menuju kearah taraf kehidupan yang
lebih sejahtera, tetapi sebaliknya justru demokrasi biaya tinggi, sehingga dana
yang seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat namun
disita untuk pesta demokrasi, yang hasilnya untuk memenuhi ambisi kekuasaan
bahkan tidak jarang justru berujung pada konflik horizontal. Bangsa Indonesia
telah menentukan jalan kehidupan berbangsa dan bernegara pada suatau ‘khitoh’
kenegaraan, dasar filsafat Negara yaitu pancasila. Namun demikian perjalanan
proses kenegaraan sejak revormasi kita sampai dewasa ini, aspek praksis Negara
tidak berdasarkan nilai-nilai pancasila melainkan justru pada ideology liberal
dengan proses pasar bebasnya. Pancasila disebut sebagai staatsfundamentalnorm
atau norma dasar bagi derivasi peraturan hukum positif lainnya di Negara
republic Indonesia. Konsekuensinya secara yuridis pancasila terletak pada
kelangsungan hidup Negara republic Indonesia, serta dalam hubungan dengan hukum
positif Indonesia sebagai sumber, tolok ukur serta arah bagi hukum positif
Indonesia.
B.
Nilai-nilai
Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia
Negara
modern yang melakukan pembaharuan dalam menegakkan ddemokrasi niscaya
mengembangkan prinsip konstitusionalisme. Menurut Friedrich, Negara modern yang
melakukan pembaharuan proses demokrasi, prinsip konstitusionalisme adalah yang
sangat efektif, terutama dalam rangka mengatur dan membatasi pemerintahan
Negara melalui undang-undang. Basis pokok adalah kesepakatan umum atau
persetujuan di antara Negara. Organisasi
Negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politi agar kepentingan mereka
bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan
mekanisme yang disebut Negara. Dalam hubungan ini kata kuncinya adalah
Consensus atau general agreement. Bagi bangsa Indonesia Consensus itu terjadi
tatkala disepakatinya piagam Jakarta 22 Juni 1945. Jika kesepakan itu runtuh,
maka runtuh pula legitimasi kekuasaan Negara yang bersangkutan, dan pada
gilirannya akan terjadi suatu perang sipil (Civil war), atau dapat juga berupa
revolusi.
Consensus
yang menjamin tegaknya konstitusionalisme Negara modern pada proses revormasi
untuk mewujudkan demokrasi, pada umumnya bersandar pada 3 elemen kesepakatan,
yaitu :
1)
Kesepakatan
dan tujuan tentang cita-cita bersama,
2) Kesepakatan
tentang rule of low sebagai landasan
pemerintahan atau atau penyelenggaraan Negara,
3) Kesepakatan tentang
bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan. Kesepakatan pertama,
yaitu berkenaan tentang cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi
di suatu Negara. Oleh karena itu dalam kesepakatan itu menjamin kebersamaan
dalam kerangka kehidupan bernegara diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan
dan cita-cita yang bisa juga disebut sebagai filsafat kenegaraan. Kesepakatan kedua, adalah suatu
kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan
kostitusi. Kesepakatan kedua ini juga bersifat dasariah, karena menyangkut
dasar-dasar kehidupan penyelenggaraan Negara. Kesepakatan ketiga adalah
berkenaan dengan:
1)
Bangunan
organ Negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya,
2)
Hubungan-hubungan
antar organ itu satu sama lain, serta
3)
Hubungan
antara organ-organ Negara itu dengan warga Negara.
Bangsa
yang yang hidup di suatu kawasan Negara bukan tibul secara kebetulan tetapi
melalui suatu perkembangan kausalitas, sehingga unsure kesatuan atau
nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa
tersebut. Secara historis pancasila adalah suatu pandangan hidup bangsa yang
nilai-nilai sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk Negara.
Sedangkan secara cultural dasar-dasar pemikiran tentang pancasila dan
nilai-nilai pancasila berakar pada nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai
religious yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan Negara
(Notonegoro, 1975).
Indonesia
pada dasarnya terdapat secara sporadic dan fragmentaris dalam kebudayaan bangsa
yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara baik pada abad kedua puluh maupun
sebelumnya dimana masyarakat Indonesia telah mendapatkan kesempatan untuk
berkomunikasi dan berakulturasi dengan kebudayaan lain. Nilai-nilai tersebut
melalui para pendiri bangsa dan negara ini kemudian dikembangkan dan secara
yuridis disyahkan sebagai suatu dasar negara, dan secara verbal tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Soeryanto, 1989:5). Dalam hubungan seperti
inilah maka Pancasila yang causa materialisnya bersumber pada nilai-nilai
budaya bangsa ini, meminjam istilah Margareth Mead, Ralp Rinton, dan Sbraham
Kardiner dalam Antropology to Day, disebut sebagai National Character.
Selanjutnya Linton lebih condong dengan istilah Peoples Character, atau dalam
suatu negara disebut sebagai National Identity. (Kroeber, 1954;Ismaun,1981:7)
Nilai-nilai
kebudayaan dan nilai religious yang telah ada pada bangsa Indonesia kemudian
dibahas dan dirumuskan oleh the founding fathers bangsa Indonesia yang kemudian
disepakati sebagai dasar hidup bersama. Dalam proses perumusan tentang
cita-cita bersama yaitu dasar filosofi negara Indonesia, diawali dengan
dibentuknya BPUPKI dan pada awalnya tercapai consensus yaitu berupa Piagam
Jakarta pada 22 Juni 1945, yang dikenal dalam sejarah perumusan sila pertamanya
berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada siadang PPKI tanggal 18 Agustus 1945
dilakukan suatu kesepakatan lagi sehingga menjadi Pancasila. Berdasarkan fakta
sejarah tersebut, maka Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara yang merupakan suatu hasil philosophical
consensus, karena membahas dan menyepakati suatu dasar filsafat negara, dan
political consensus.
Pancasila sebagai Philosofische Grondslag
Bangsa
Indonesia telah menentukan pilihan melalui the founding fathers bangsa
Indonesia, bahwa dalam hidup kenegaraan dan kebangsaan mengangkat dan
merumuskan core philosophy bangsa Indonesia Pancasila sebagai dasar filsafat
negara yang secara yuridis tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu,
nilai-nilai Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam realisasi normative dan
praksis dalam kehidupan bernegara. Dalam pengertian itu, maka Pancasila
merupakan das sollen bagi bangsa Indonesia sehingga seluruh derivasi normative
dan praksis berbasis pada nilai-nilai pancasila (Kaelan, 2007:10). Dalam
kedudukannya, Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar, baik hukum dasar tertulis maupun hukum
dasar hukum tidak tertulis. Cita hukum berfungsi sebagai pemandu (leitstern)
bagi tercapainya cita-cita masyarakat.
Dalam
pelaksanaan kenegaraan, suatu piranti harus dipenuhi demi tercapainya hak dan
kewajiban warga negara, maupun negara adalah perangkat hukum sebagai hasil
derivasi dari dasar filsafat negara pancasila. Dalam hubungan ini agar hukum
bisa berfungsi baik sebagai pelindung dan pengayom masyarakat maka hukum
seharusnya mampu menyesuaikan dinamika masyarakat (harus bersifat dinamis).
Dalam hubungan ini Pancasila merupakan sumber nilai bagi pembaharuan hukum
yaitu sebagai cita hukum, yang menurut Notonagoro berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm
dalam negara Indonesia (Notonagoro, 1975).
Staatsfundamentalnorm
atau grundnorm yang merupakan suatu cita hukum menurut Custaf Radbrush
(1878-1949), seorang ahli filsafat hukum mahzab baden, memiliki fungsi
regulative dan fungsi konstitutif. Cita hukum memiliki fungsi:
1) Regulative adalah
berfungsi sebagai tolok ukur yaitu menguji apakah suatu hukum positif itu adil
atau tidak. Adapun fungsi 2)
2) konstitutif yaitu
menentukan bahwa tanpa suatu cita hukum, maka hukum akan kehilangan maknanya
sebagai suatu hukum (Attamimi, 1990:68).
Sebagai
cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif dan regulative.
Fungsi konstitutif yakni Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri. Sedangkan fungsi regulative-nya
Pancasila menentukan apakah dasar suatu hukum positif itu sebagai produk yang
adil dan tidak adil. Sebagai staatsfundamentalnorm Pancasila merupakan tolak
derivasi(sumber penjabaran) dari tata tertib Indonesia termasuk UUD 1945 (Mahfud,
1999:59).
Dalam
filsafat hukum suatu sumber hukum meliputi dua macam pengertiann yaitu sumber
formal hukum dan sumber material hukum. Pancasila yang didalamnya terkandung
nilai-nilai religious, nilai hukum moral, nilai hukum adat, nilai hukum kodrat,
dan nilai religious merupakan sumber material bagi hukum positif Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Hal ini
mengandung konsekuensi apabila terjadi ketidakserasian atatu pertentangan norma
hukum yang satu dengan yang lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi, maka
terjadi inkonstitusionalitas dan ketidaklegalan dan oleh karena itu maka norma
hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Secara
factual bahwa system hukum di Indonesia memiliki kekhasan yaitu senantiasa
tidak dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan. Hal ini terdapat pada poroduk
hukum yang tidak terlepas dari nilai religius, contohnya UU Nomor 3 Tahun 2006
tentang perubahan ata UU Peradilan Agama Nomor 7 tahun 1989.
Secara
endogen, hukum adat di Indonesia dapat dikembangkan berdasarkan hukum adat yang
berkembang dalam amsyarakat. Dalam hubungan ini,posisi hukum adat sangat besar
artinya dalam proses terjadinya teori ilmiah karena tumbuh dan berkembangnya
teori hukum senantiasa bersifat endogen.
Dalam
proses revitalisasi nilai pancasila dalam berbagai bidang proses legislasi
hukum menjai sangat penting, karena seluruh kebijakan dirumuskan melalui
peraturan perundang-undangan bagi bangsa Indonesia dasar nilai “welfare state”
dalam makna sila kelima Pancasila. Oleh karena itu, keadilan merupakan suatu
core values untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang
ekonomi, social-budaya dan hankam.
Sebenarnya,
nilai-nilai pancasila merupakan suatu realitas objektif yang ada pada bangsa
Indonesia sebagai suatu aksidensia, yaitu suatu sifat, nilai-nilai, cirri khas
yang secara objektif ada pada bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara,
philosofische Grondslag bukan merupakan suatu preferensi, melainkan sudah
merupakan suatu realitas objektif bangsa dan Negara Indonesia yang memiliki
dasar legitimasi yuridis, filosofis, politis, historis dan cultural.
Dalam
rangka menghadapai perkembangan zaman terutama globalisasi, prinsip-prinsip
dasar yang merupakan paradigm dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut
menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, bahkan bisa saja mengorbankan dasar
filosofis Negara dan bangsa sendiri demi kepentingan yang sifatnya pragmatis,
hedonis dan sesaat. Konsekuensinya, selama bangsa Indoensia memiliki kemauan
untuk membangun bangsa di atas dasar filosofis nilai pancasila, seharusnya
segala kebijakan dalam Negara ini terutama pembaruan, maka nilai-nilai
Pancasila merupakan suatu pangkal titik tolak kebijakan Negara. Oleh karena
itu, untuk mencapai tujuan dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terutama
dalam melaksanakan pembangunan dan pembaharuan, maka harus mendasarkan pada
suatu kerangka piker, sumber nilai serta arahan yang didasarkan pada nilai-nilai
pancasila.
C.
Epistemology
Mystake dalam Memahami Pancasila
Prinsip
kebebasan yang berkembang dalam era reformasi telah mencapai titik klimaksnya.
Sehingga terjadilah epistemology mystake (kesesatan epistemologis) terhadap
dasar filosofi Negara.
Dalam
era reformasi dewasa ini setelah tubuhnya Orde Baru, muncullah berbagai
argument politis yang berkaitan dengan pemahaman atas Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan. Argumentasi tersebut ada yang memang berpangkal dari suatu
ketidaktahuan, naun juga tidak jarang sebagai ungkapan yang sifatnya desengaja
secara politis. Adapun alasan yang dikemukakan tidak didasarkan pada suatu
realitas objektif, tetapi yang jelas ungkapan-ungkapan tersebut menunjukkan
adanya suatu kesesatan dan kekacauan pengetahuan akan Pancasila, dan kekerdilan
pemikiran anak bangsa tentang filosofi dan kepribadiannya sendiri.
1.
Kekacauan pertama
Menyamakan
antara nilai, norma dan praksis (fakta) dalam memahami Pancasila. Berdasarkan norma-norma
peraturan perundang-undangan dapat diimplementasikan realisasi kehidupan
kenegaraan yang bersifat praksis. Oleh karena itu tidak mungkin implementasi
dilakukan secara langsung dari Pancasila, kemudian direalisasikan dalam
berbagai konteks kehidupan, karena harus melalui penjabaran dalam suatu norma yang
jelas. Banyak kalangan memandang hal tersebut secara rancu seakan-akan
memandang Pancasila itu secara langsung bersifat operasional dan praksis dalam
berbagai konteks kehidupan masyarakat.
2.
Kekacauan kedua
Terletak
pada konteks politik yang menyamakan nilai-nilai Pancasila dengan suatu
kekuasaan, rezim atau suatu orde. Hal
ini dapat ditangkap dalam konteks politik bahwa berbicara Pancasila seolah-olah
sebagai label Orde Baru, identik dengan kekuasaan Soeharto dan celakanya
seakan-akan terjadi suatu indoktrisasi.oleh karena itu epistemologi harus
diluruskan. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia harus dibedakan dengan kekuasaan suatu rezim yang justru
menyalahgunakan Pancasila.
3.
Kekacauan ketiga
Memahami
dan meletakkan Pancasila sebagai suatu varian yang setingkat dengan agama. Dimana Pancasila merupakan
suatu budaya dan bukannya agama. Dalam filsafat pancasila tidak pernah membahas
tentang tuhan, meskipun sila pertama adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebab
Founding fathers kita adalah orang biasa dan bukan nabi. Tatkala meletakkan
dasar-dasar pemikirannya para pendiri negara kita menyadari bahwa, bangsa yang
religius, oleh karena itu bangsa Indonesia tidak mungkin diatas dasar filsafat
atheisme, sekulerismeatau liberalisme. Oleh karena bangsa Indonesia memiliki
kebebasan dalam membentuk agama dan negara tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai agama, maka para pendiri negara menentukan dan memilih pemikiran
“Negara adalah Berketuhanan Yang maha Esa” (Kaelan, 2005).
D.
Tantangan
Globalisasi
Selain
itu nampaknya proses globalisasi juga membawa dampak signifikan eksistensi
bangsa dan negara indonesia. Proses globalisasi yang begitu cepat merupakan
tantangan bangsa indonesia. Ulrich (1998) mengungkapkan bahwa globalisasi akan
berpengaruh terhadap relasi-relasi antar negara dan bangsa di dunia, yang akan
mengalami “deteroliasisasi”. Konsekuensinya kejadian-kejadian di berbagai
belahan dunia ini akan berpengaruh secara cepat terhadap negara lain.
Dalam
kondisi seperti ini terjadilah pergeseran dalam kehidupan kebangsaan, yaitu
pergeseran negara yang berpusat pada negara kebangsaan, kepada dunia yang
berpusat majemuk. Badai globalisasi semakin dahsyat dengan datangnya
kapitalisme dunia, yang menguasai berbagai bangsa di dunia. Dalam era
globalisasi ini negara kapitalislah yang akan menguasai panggung politik di
dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem
internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa di dunia dan
secara tidak langsung juga nasib sosial, politik dan kebudayaan. Selain itu kapitalisme juga dapat melunturkan
rasa nasionalisme warga negara. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada usaha
untuk merevitalisasi tidak pernah dilakukan oleh pemerintah indonesia, bahkan
kurikulum pancasila dalam segala jenjang pendidikan sengaja dihapuskan.
E.
Revitalisasi
dan Reaktualisasi Nilai-nilai Pancasila
Suatu
pemikiran yang seakan-akan pancasila itu sebagai suatu entitas yang menampung
apa saja dan senantiasa sebagai suatu suatu sumber segala kebenaran, sudah
saatnya dilakukan reinterpretasi. Suatu pemikiran tentang pendidikan
sebagaimana harus dilaksanakan, kemudian orang mengatakan hal itu telah
terkandung dalam Pancasila, bagaimana suatu peraturan perundangan dirumuskan,
hal itu sudah terkandung dalam pancasila dan lain sebagainnya.
Sebagaimana
telah diketahui dalam sejarah bahwa pancasila adalah merupakan suatu hasil
pemikiran bangsa Indonesia yang digali dari nilai nilai budaya bangsa, dan
dalam proses sejarah melalui suatu political consensus dan philosophical
consensus disepakati sebagai dasar negara, dan pancasila juga merupakan suatu
filsafat. Oleh karena itu bagi bangsa indonesia pancasila adalah suatu core
philosophy, sehingga merupakan suatu local genius dan local wisdom bangsa
indonesia sebagai suatu karya besar bangsa sudah merupakan kewajiban etis atau
bahkan imperatif yuridis untuk melakukan revitalisasi dan reaktualisasi, agar
tidak larut oleh derasnya proses globalisasi.
Pancasila
merupakan satu dasar filsafat negara baik secara yuridis maupun politis.
Sehingga perlu dilakukan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai pancasila
sebagai dasar hidup bersama bangsa Indonesia. Strategi yang utama melalui
revitalisasi etistemologis dengan pengembangan corephilosopi pancasila sebagai
suatu filsafat bangsa Indonesia. Transfer of knowledge tentang filsafat
pancasila sebagai filsafat bangsa dilakukan dengan kajian yang bersifat ilmiah,
obyektif, dan realistik. Tahap berikutnya dilakukan kontekstualisasi
nilai-nilai pancasila dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kontekstualisasi
dilakukan manakala telah dikuasai body of knowledge filsafat pancasila sebagai
filsafat bangsa indonesia yang dilakukan dengan dua arah, yaitu pancasila
sebagai paradigma ilmu pengetahuan dan pancasila sebagai landasan etik ilmu
pengetahuan. Sebagaimana bidang filsafat ilmu lain. Sebagaimana filsafat ilmu,
ilmu pengetahuan mempunyai tiga landasan filosofis utama yaitu dasar ontologis,
dasar etistemologis, dan dasar aksiologis.
Sebagaimana
diketahui dalam filsafat ilmu terdapat dua pandangan yang berbeda dalam
hubungan dengan ilmu pengetahuan dan nilai. Paham pertama menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan adalah bebas nilai sedangkan pham yang kedua adalah ilmu
pengetahuan syarat dengan nilai.
Kontekstualisasi
dan implementasi nilai-nilai pancasila dalam dunia pendidikan ini adalah yang
paling strategis, karena pendidikan tidak hanya mencetak manusia cerdas,
terampil namun juga mempertahankan, mengembangkan, dan mengaktualisasikan
nilai-nilai filosofi bangsa sebagai local genius sekaligus sebagai identitas
bangsa. Maka isi mata pelajaran/ mata kuliah dapat dikembangkan berupa
pendidikan kewarganegaraan yang meliputi proses pembelajaran tentang hubungan
warga negara dengan negara, dan mata kuliah tentang filsafat bangsa Indonesia
yaitu pancasila sebagai identitas nasional, bangsa, dan negara.
Revitalisasi
berikutnya adalah pada tingkatan normatif ideologis yang berarti pancasila
sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif dan praksis dalam kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan. Dalam
suatu pelaksanaan kenegaraan, suatu piranti yang harus dipenuhi dalam
tercapainya hak dan kewajiban warga negara maupun negara adalah perangkat hukum
sebagai hasil derifasiasi dari dasar filsafat negara Pancasila. Oleh karena itu
hukum harus senantiasa diperbaharui agar hukum dapat bersifat aktual dan
dinamis sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila
merupakan suatu sumber nilai dari pembaharuan hukum yaitu sebagai suatu
cita-cita hukum yang berkedudukan sebagai staatfundamental norm dalam negara
Indonesia.
Pancasila
menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
tersusun sacara hierarkis. Dalam susunan hierarkis ini pancasila menjamin
keserasian atau tidaknya kontradiksi di antara berbagai peraturan
perundang-undangan secara vertikal maupun horizontal.
Selain
revitalisasi dalam tingkat normatif juga dapat dilakukan revitalisasi kebijakan
yang sifatnya operasional dan praksis. Serta memperhatikan keserasian antara
das sollen dan das sein dalam revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
filsafat negara Indonesia.
1.
Refitalisasi Pancasila
dalam bidang ekonomi
Globalisasi
ekonomi akan membawa serta gejala denasionalisasi ekonomi melalui pendirian
jaringan-jaringan produksi tingkat nasional, perdagangan dan keamanan. Dalam
suatu ruang ekonomi yang tanpa batas ini pemerintah nasional tidak lebih dari
sekedar transmission belts bagi kapital global dan regional yang sedang tumbuh,
serta mekanisme pengaturan global.
Organisasi
transnasional meliputi Bank for International
Settlement, International Monetary Fund, Bank Dunia dan lain-lain.
Penekanan sistem negara demokrasi dan konstitusionalisme akan membawa
konsekuensi berkembangnya sistem ekonomi free fight, dan kapitalislah yang akan
menguasai aspek institusi sosial-politik-kebudayaan. Pengaruh positif
perkembangan kekuasaan kapitalis yaitu terbukanya lapangan kerja, meningkatnya
pendapatan melalui pajak, devisa negara, sedang dampak negatifnya, tujuan
negara bukan untuk kesejahteraan rakyat namun negara merupakan sorga bagi
kalangan kapitalis.
Prinsip
ontologis sebagai basis paradigma ekonomi Indonesia terletak pada pandangan
filosofis tentang subjek manusia sebagai subjek ekonomi. Filosofi Pancasila
memiliki pandangan hakikat manusia bersifat monopluralisme, bahwa hakikat
manusia adalah susunan kodrat jasmani rohani yang memiliki unsur akal, rasa,
dan kehendak. Ciri ekonomi berparadigma Pancasila yaitu sistem ekonomi
berorientasi pada manusia sebagai subjek ekonomi. Hubungan manusia dan pembangunan
ekonomi bersifat timbal balik.
Basis
filosofis yang terkandung dalam Pancasila, maka dalam revitalisasi ekonomi
harus dilakukan revitalisasi yang substansial bahwa ekonomi untuk rakyat.
Selain itu ekonomi juga harus memiliki basis moral Ketuhanan dan Kemanusiaan.
Prinsip dasar Pancasila bahwa ekonomi untuk kemakmuran rakyat dan bukannya
kemakmuran individu (kapitalis).
Secara
konstitusional perekonomian Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Namun
kaidah yang terkandung dalam pasal 33 hasil amandemen keempat ini terdapat
kontradiksi internal yaitu ayat (4) bahwa ekonomi diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi. Hal ini tidak konsisten dengan ayat (1) bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Tas
dasar pasal 33 ayat (4) maka sistem ekonomi Indonesia menjadi multitafsir,
bahkan das sein atau pelaksanaannya jauh dari nilai dasar dalam filosofi negara
Pancasila. Misalnya UU No.5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sama sekali
tidak terdapat unsur bahwa perekonomian demi kesejahteraan rakyat. Selain itu
UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN juga tidak memuat kaidah bagaimana BUMN itu
untuk kemakmuran rakyat. Demikian pula dengan dikeluarkannya UU Otonomi Daerah
No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004, perekonomian rakyat tambah sulit
dikendalikan, hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya legitimasi kekuasaan dalam
hal usaha untuk memakmurkan rakyat.
Oleh
karena itu revitalisasi dilakukan dengan meletakkan paradigma ekonomi demi
kesejahteraan rakyat bukan persaingan bebas.
Jadi kebijakan tidak diletakkan pada demokrasi ekonomi model liberal
dengan prinsip free fight, namun diletakkan bahwa ekonomi untuk rakyat bukan
rakyat sebagao objek ekonomi.
Layak
diperhatikan sistem pengembangan ekonomi di RRC. Cina menganut sistem ideologi
satu partai yaitu partai komunis Cina, sehingga partai komunis menjadi rulling
party. Cina menyadari dengan model sistem tertutup maka ekonomi Cina tidak akan
berkembang dengan baik. Oleh karena itu Cina menerapkan kebijakan open door
policybagi investor asing. Sebagai rangkaian kebijakan ekonomi terbuka tersebut
pemerintah Cina mendirikan Special Economi Zones. Sasarannya untuk menarik
investor asing sebanyaknya. Peranan negara cukup dominan, karena meskipun
terdapat wilayah SEZs, namun Cina sangat memegang teguh
prinsip ekonomi untuk rakyat.
Oleh
karena itu pemerintah Cina mengembangkan sistem ekonomi untuk menarik investor
melalui : 1) Perusahaan yang sepenuhnya dimilikioleh pihak asing 2) Kerja sama
dalam pemodalan 3) Kerja sama dalam menjalankan bisnis (T.B. Lin, 1985) yang
mana kebijaka itu berpengaruh bagi ekonomi Cina. John Maynard
Keynesberkeyakinan bahwa ekonomi harus bertanggung jawab terhadap perbaikan
hidup seperti ketidakmerataan, kemiskinan, pengganguran, dan ketimpangan
sosial. Berdasarkan prinsip dasar filosofis Pancasila bahwa negara adalah untuk
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu
ekonomi global harus diterima dengan melakukan sinergi yang positif, artinya
bahwa ekonomi sebaiknya menekankan pada kemakmuran rakyat bukan dikuasai
kalangan kapitalis.
2.
Revitalisasi Pancasila
dalam Bidang Sosial-Kebudayaan
Pancasila
yang causa materialisnya bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini.
Nilai-nilai kebudayaan dan religius telah ada pada bangsa Indonesia yang
dirumuskan oleh the founding fathers bangsa Indonesia yang kemudian disepakati
sebagai dasar hidup bersama negara Indonesia.Nilai-nilai Pancasila merupakan
asas dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Namun akhir-akhir ini
nilai-nilai tersebut semakin luntur karena pengaruh global. Hal ini dapat
dilihat banyak ditemukan sikap pragmatis, individualisme, hedonisme terutama
sikap anarkisme dalam berbagai penyelesaian sosial, politik, kebudayaan bahkan
keagamaan. Artinya bangsa kita semakin jauh dari nilai etika Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang beradap. Misalnya kasus konflik sambas, konflik Sampit, Poso,
Cikeusik dan peristiwa sosial lainya, namun di sisi lain muncul gerakan
tribalisme yaitu suatu perkembangan masyarakat yang mengarah pada fanatisme
primordial, sukuisme, kesetiaan pada kelompok, etnisitas, ras, budaya, agama,
kepercayaan bahkan juga kelompok-kelopmpok lain termasuk profesi (Naisbitt,
1994: 16-17). Faktanya pelaksanaan
Pemilu Kada masih terdapat masalah yang berakibat pada konflik horizontal, dan
kasus-kasus lain yang menunjukan betapa semakinlemahnya etika Ketuhanan (Sila
I), etika kemanusiaan yang beradab (sila II), serta lunturnya rasa nasionalisme
yang menekankan etika multikulturalisme (Sila III).
Kebudayaan
menurut Koentjaraningrat adalah segala hal yang dihasilkan oleh manusia sebagai
makluk Tuhan yang berakal. Wujud hasil kebudayaan manusia berupa suatu kompleks
gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia yang masih bersifat abstrak. Misalnya
pengetahuan, ideologi, etika, estetika (keindahan), hasil pemikiran manusia
(seperti logika, matematika,aritmetika, geometrika), norma, kaidah dan lainya
sebagainya. Selain itu wujud kebudayaan manusia yang bersifat kongkret berupa
aktivitas manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, sehingga terwujudlah
sistem sosial. Sistem sosial ini tidak lepas dari tatanan nilai sebagai
pedoman. Oleh karena itu pola-pola aktivitas manusia ditentukan oleh tatanan
nilai yang merupakan hasil budaya abstrak manusia. Jika suatu tatanan sosial bersumber
pada sistem nilai dan sistem nilai bersumber pada nilai-nilai agama, maka
sistem sosial budaya masyarakat akan mengandung nilai keagamaan, nilai
kemanusiaan, dan nilai kebersamaan.
Wujud
konkret lainya adalah bentuk-bentuk budaya fisik yang dihasilkan manusia yang
disebut sebagai benda-benda budaya.
Jika dipahami secara sistematik wujud sistem
sosial-kebudayaan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) Sistem Nilai, (2)
Sistem Sosial dan (3) Wujud fisik baik dalam kebudayaan maupun kehidupan
masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila merupakan core values sistem
sosial-kebudayaan masyarakat Indonesia yaitu merupakan suatu esensi nilai
kehidupan sosial-kebudayaan yang multikulturalisme. Oleh karena itu dalam
proses revitalisasi nilai-nilai Pancasila harus meliputi tiga dimensi tersebut.
Sehingga dalam hubungan ini diperlukan suatu proses pembudayaan nilai-nilai
Pancasila.
Selain
itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk melakukan revitalisasi terhadap
kekayaan budaya bangsa. Kita harus membudayakan kepercayaan dan kebanggaan atas
kekhasan dan keunikan kekayaan budaya bangsa sebagai suatu local wisdom dan
local genius bangsa. Dengan sendirinya revitalisasi juga harus diikuti dengan
upaya pembinaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan kekayaan budaya bangsa, bahkan
sektor ini juga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat,
misalnya dikembangkan melalui pariwisata.
3.
Revitalisasi dalam
Bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara
Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis yang sangat strategis
di Asia Tenggara, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi ajang
perebutan kepentingan kekuatan transnasional, sehingga Indonesia harus
memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.
Ketahanan
Nasional yaitu suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik
yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia (Suradinata, 2005 : 47).
Setiap
bangsa dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan untuk mewujudkan cita-cita
dan tujuan nasionalnya harus memiliki suatu ketahanan nasional. Dalam hubungan
ini cara mengembangkan dan mewujudkan ketahanan nasional setiap bangsa
berbeda-beda sesuai dengan falsafah, budaya dan pengalaman sejarah
masing-masing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia ketahanan nasionalnya dibangun
di atas dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila.
Sebagai
dasar filsafat bangsa dan negara, Pancasila tidak hanya merupakan hasil
pemikiran seseorang saja, melainkan nilai-nilai Pancasila telah hidup dan berkembang
dalam kehidupan objektif bangsa Indonesia. Sehingga dalam proses pembentukan
negara, nilai-nilai Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia
(founding fathers) dan secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar
filsafat bangsa dan negara Indonesia dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu dalam pengertian ini Pancasila sebagai suatu dasar filsafat dan
sekaligus sebagai landasan ideologis ketahanan nasional Indonesia.
Dalam
hubungan dengan realisasi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, maka filsafat
Pancasila merupakan esensi dari ‘staatsfundamentalnorm’ atau pokok kaidah
negara yang fundamental. Konsekuensinya Pancasila merupakan suatu pangkal tolak
derivasi dari seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk hukum
dasar dan seluruh sistem hukum positif lainnya. Sementara itu, dalam
hubungannya dengan ketahanan nasional, dalam konsepsi dan seluruh
pelaksanaannya harus memiliki landasan yuridis yang jelas. Atas dasar
pengertian itulah maka landasan konstitusional atau landasan yuridis ketahanan
nasional Indonesia adalah UUD 1945 yang bersumber pada dasar filsafat
Pancasila.
Oleh
karena itu berkaitan dengan kondisi ketahanan nasional Indonesia, adalah
kondisi dinamis bangsa dan Negara Indonesia. Sesuai dengan konsepsi ketahanan
nasional, maka kondisi tersebut mengandung suatu kemampuan untuk menyusun
kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Untuk mengatasi dan menanggulangi
berbagai bentuk ancaman yang ditujukan terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
Bagi
bangsa dan Negara Indonesia bahaya yang mengancam dapat berupa subversi dan
infiltrasi terhadap semua bidang kehidupan masyarakat, serta adanya
kelemahan-kelemahan yang inherendengan suatu masyarakat majemuk yang sedang
membangun, maka strategi yang dipilih adalah strategi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia, adalah dengan memanfaatkan
ketahanan nasional. Ketahanan suatu bangsa adalah suatu persoalan universal,
sedang cara yang ditentukan berbeda-beda. Terdapat berbagai istilah misalnya
strategy of interdependence, strategy of limited war, sedang bagi bangsa
Indonesia dikembangkan konsepsi strategi ketahanan nasional ( Suradinata, 2005
:50 ).
Filosofi Pertahanan dan Keamanan
Konsep
pertahanan dan keamanan Negara sering diartikan negative, yaitu untuk
mempertahankan kekuasaan atau meningkatkan supremasi kekuasaan Negara. Bagi
sekelompok orang yang memandang Negara terpisah dari masyarakat sipil, maka
akan berpandangan bahwa konsep pertahanan dan keamanan hanya akan memperkuat
supremasi kekuasaan Negara, bahkan kekuasaan sekelompok orang. Namun bagi
sementara orang yang memandang Negara adalah sebagai lembaga hidup bersama yang
berkembang dalam masyarakat, maka pertahanan dan keamanan adalah suatu yang
mutlak harus ada. Karena masyarakat membentuk Negara salah satu tujuannya
adalah untuk mendapatkan jaminan keamanan dari Negara, sehingga dalam kehidupan
sehari-harinya dapat tentram, damai dan sejahtera.
Pengertian
ketahanan nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan, yaitu suatu kondisi
dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung potensi
untuk mengembangkan kemampuan nasional menjadi kekuatan nasional, guna
menghadapi dan mengatasi segala ancamana, rongrongan, gangguan, hambatan baik
yang datang dari dalam maupun luar Negara Indonesia, langsung maupun tidak
langsung membahayakan pertahanan dan keamanan bangsa dan Negara.
Pertahanan
dan keamanan Indonesia adalah kesemestaan daya upaya seluruh rakyat Indonesia
dalam mempertahankan dan mengamankan Negara demi kelangsungan hidup bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraaan pertahanan dan keamanan
secara nasional merupakan salah satu
fungsi utama pemerintahan dan Negara Republik Indonesia dengan TNI dan
Polri sebagai intinya. Tujuannya adalah untuk menciptakan keamanan bangsa dan
Negara dalam rangka mewujudkan Ketahanan Nasional Indonesia.
Revitalisai
Pancasila yang paling strategis dalam hubungan dengan pertahanan dan keamanan
adalah dalam bidang ketahanan ideologi. Istilah ideologi berasal dari kata
‘idea’ yang berarti, konsep, pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’.
Maka secara harfiah, ideology berarti ilmu tentang pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari, kata ‘idea’ disamakan arti dengan cita-cita. Cita-cita
yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap dan harus dicapai, sehingga
cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan suatu dasar, pandangan
atau faham.
Pengertian
ideology secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide,
keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis
yang menyangkut :
a.
Bidang politik
b.
Bidang social
c.
Bidang kebudayaan
d.
Bidang keagamaan
Maka
ideology negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis
bagi suatu teori atau system kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain
memiliki cirri berikut :
a.
Mempunyai derajat yang
tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
b. Oleh karena itu,
mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman
hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan kepada
generasi berikutnya (notobagoro, 1975 :2,3)
Dalam
panggung politik dunia terdapat berbagai macam ideology namun yang sangat besar
peranannya dewasa ini adalah ideology liberalism, komunisme serta ideology
keagamaan.
Ideologi Pancasila
Pancasila
pada hakikatnya merupakan suatu kesepakatan filosofis dan kesepakatn politis,
dari segenap elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dapat juga
diistilahkan bahwa pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kontrak social
seluruh elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Kausa finalis atau tujuan pokok dirumuskannya
pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara, sehingga konsekuensinya seluruh
aspek dalam penyelenggaraan Negara berasaskan system nilai yang terkandung
dalam pancasila. Proses terjadinya Pancasila berbeda dengan ideology-ideologi
besar lainnya seperti liberalism, komunisme, sosialisme dan lain sebagainya.
Kausa materialis, terdapat kesesuaian secara korespondensi antara bangsa
Indonesia dengan pancasila sebagai suatu system nilai.
Berbeda
dengan ideologi-ideologi lainnya , pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
ideologi yang bersifat komprehensif, artinya ideology pancasila bukan untuk
dasar perjuangan kelas tertentu. Namun, pancasila pada hakikatnya merupakan
suatu ideology bagi seluruh lapisan, golongan, kelompok, dan seluruh elemen
bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam suatu kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kesatuan integral bangsa dan Negara Indonesia dipertegas dalam pokok
pikiran pertama UUD 1945.
Ketahanan Nasional Bidang Ideologi
Bangsa
Indonesia tersusun atas golongan , agama, dan adat-istiadat yang beraneka ragam,
keadaan yang demikian memiliki 2 kemungkinan :
Pertama,
keanekaragaman dapat menimbulkan potensi perpecahan jikalau di antara
unsure-unsur bangsa tidak memiliki wawasan kebersamaan sebagaiman terkandung
dalam ideology pancasila. Kedua,
keanekaragaman itu justru merupakan suatu khasanah budaya bangsa yang dapat
dikembangkan serta menguntungkan dalam berbagai.
Konsep Pengertian Ideologi
Ideologi
adalah suatu perangkat prinsip pengarhan (guiding prinsciples) yang dijadikan
dasar serta memberikan arah dan tujuan untuk dicapai dalam melangsungkan dan
mengembangkan gidup dan kehidupan nasional suatu bangsa dan Negara. Ideology
memiliki sifat futuristic, artinya mampu memberikan suatu gambaran masa depan
yang ideal. Dengan kata lain ideology merupakan suatu konsep yang medalam
mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta yang ingin diperjuangkan dalam
suatu kehidupan yang nyata.
Fungsi
dasar ideology membentuk suatu identitas kelompok atau bangsa. Dengan dmeikian,
dalam kehidpan bernegara ideology menentukan kepribadian nasionals ehingga
mampu mempersatukan aspirasi atau cita-cita suatu kehidupan yang diyakini
sebagai terbaik, serta mempersatukan perjuanagan untuk mewujudkan cita-cita.
Ideology dijabarkan dari suatu sistem nilai. Dengan demikian penjabaran ideology
dipastikan bersumber pada suatu prinsip atau suatu pandangan filsafat tertentu.
Dalam
kaitannya dengan ideology nasional Indoensia maka secara yuridis prinsip sistem
nilai tersebut telah tertuang dalam dasar filsafat pancasila. Dimana setelah
melalui suatu proses penyelidikan dalam BPUPKi kemudian pembahasan serta
consensus oleh para komponen dan elemen bangs ayang terwadahi dalam BPUPKI
kemudian disahkan secara yuridis oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk Negara dan
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Menyadari pentingnya ideology pada
proses reformasi dewasa ini maka para wakil rakyat dahulu menuangkan
komitmennya untuk mengembangkan ketahanan ideology dalam Tap MPR RI nomor
XVIII/MPR/1998. Dalam ketetapan tersebut ditegaskan bahwa pancasila sebagai
dasar Negara NKRI dan sebagai Ideologi nasional. Demikian pula kedudukan
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, sumber dari sega sumber hukum
terdapat dalam Tap MPR Nomor XX/MPRS/1996 yo tap MPR RI Nomor IX/MPR/1978.
Strategi Revitalisasi Ketahanan Nasional
Agar
terwujud suatu ketahanan nasional bidang ideology secara strategis harus diwujudkan baik secara
kenegaraan maupun secara kewarganegaraan. Artinya suatu ideology harus
terealisasikan baik dalam kehidupan perseorangan dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu pelaksanaan ideology disebdakan atas dua macam aktualisasi:
1.
Aktualisais secara
objektif. Yaitu pelaksanan ideology dalam bidnag kenegaraan yang terwujud dalam
UUD serta peraturan perUUAn lain serta dalam segala aspek penyelenggaraan
Negara lainnya.
2. Aktualisasi yang
subjektif, yaitu dalam kehidupan para wraga Negara serta kehidupan
kewarganegaraan secara perseorangan yang diwujudkan dalam sikap, perilaku,
kepribadian setiap warga Negara perseorangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Makin
tinggi kesadaran suatu bangsa melaksanakan dan mengaktualisasikan ideology,
pada hakikatnya semakin tinggi pula ketahanan bidang ideology bangsa tersebut.
Secara
rinci dalam rangka strategi revitalisasi ideology sebagai berikut:
1.
Secara prinsip
aktualisais secara konkrit harus diwujudkan dalam bidang kenegaraan maupun pada
setiap warga Negara dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara secara
realistis, objektif dan actual.
2. Aktualisasi fungsi
ideology sebagai perekat pemersatu bangsa-bangsa harus senantiasa ditanamakan
kepada semua warga Negara terutama dalam perwujudan konkrit dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Dalam proses reformasi
dewasa ini aktualisasi ideology harus dikembangkan ke arah keterbukaan dan
kedinamisan ideology
4.
Senantiasa menanamkan
dan memantapkan persatuandan kesatuan bangsa yang bersumber pada asas
kerokhanian ideology pancasila yang mengakui keanekaragaman dalam hidup
bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.
5.
Kalangan elit Negara
baik eksekutif, legislative maupun yudikatif harus mencurahkan kepada cita-cita
untuk memperbaiki nasib bangsa pada era reformasi ini melalui realisais
pembangunan nasional yang teruang dalam program-program pembangunan Negara.
6.
Mengembangkan dan
menanamkan kesadaran bermsyarakat, berbangsa dan bernegara pada generasi
penerus bangsa dengan cara menanmakan ideology pancasila sebagai ideology yang
huanis, religisu, demokratis, nasionalistis dan berkeadilan.
7.
Menumbuhkan sikap
positif terhapa warga Negara untuk memiliki kesadaran bermasyrakat, berbangsa
dan bernegara dengan meningkatkan motivasi dalam pembangunan nasional demi
kesejahteraan seluruh bangsa