Sabtu, 01 September 2012

Revitalisasi Pancasila Sebagai Philosofische Grondslag
Negara Indonesia Dan Implementasinya
Oleh : Prof. Kaelan M.S
A.    Pengantar
Lemahnya keyakinan dan pemahaman tentang filosofi bangsa ini nampak dalam berbagai peristiwa dalam masyarakat, misalnya misalnya sifat beringas dank eras dalam setiap penyelesaian masalah baik sosial, politik, budaya, hukum bahkan persoalan keagamaan. Virus materialism, individualism, hedonism, serta pragmatism telah mewabah dalam masyarakat.
Demokrasi yang seharusnya mengantarkan rakyat untuk menuju kearah taraf kehidupan yang lebih sejahtera, tetapi sebaliknya justru demokrasi biaya tinggi, sehingga dana yang seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat namun disita untuk pesta demokrasi, yang hasilnya untuk memenuhi ambisi kekuasaan bahkan tidak jarang justru berujung pada konflik horizontal. Bangsa Indonesia telah menentukan jalan kehidupan berbangsa dan bernegara pada suatau ‘khitoh’ kenegaraan, dasar filsafat Negara yaitu pancasila. Namun demikian perjalanan proses kenegaraan sejak revormasi kita sampai dewasa ini, aspek praksis Negara tidak berdasarkan nilai-nilai pancasila melainkan justru pada ideology liberal dengan proses pasar bebasnya. Pancasila disebut sebagai staatsfundamentalnorm atau norma dasar bagi derivasi peraturan hukum positif lainnya di Negara republic Indonesia. Konsekuensinya secara yuridis pancasila terletak pada kelangsungan hidup Negara republic Indonesia, serta dalam hubungan dengan hukum positif Indonesia sebagai sumber, tolok ukur serta arah bagi hukum positif Indonesia.



B.     Nilai-nilai Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia
Negara modern yang melakukan pembaharuan dalam menegakkan ddemokrasi niscaya mengembangkan prinsip konstitusionalisme. Menurut Friedrich, Negara modern yang melakukan pembaharuan proses demokrasi, prinsip konstitusionalisme adalah yang sangat efektif, terutama dalam rangka mengatur dan membatasi pemerintahan Negara melalui undang-undang. Basis pokok adalah kesepakatan umum atau persetujuan  di antara Negara. Organisasi Negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politi agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut Negara. Dalam hubungan ini kata kuncinya adalah Consensus atau general agreement. Bagi bangsa Indonesia Consensus itu terjadi tatkala disepakatinya piagam Jakarta 22 Juni 1945. Jika kesepakan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan Negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya akan terjadi suatu perang sipil (Civil war), atau dapat juga berupa revolusi.
Consensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme Negara modern pada proses revormasi untuk mewujudkan demokrasi, pada umumnya bersandar pada 3 elemen kesepakatan, yaitu :
1)        Kesepakatan dan tujuan tentang cita-cita bersama,
2)    Kesepakatan tentang rule of low  sebagai landasan pemerintahan atau atau penyelenggaraan Negara,
3)     Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan. Kesepakatan pertama, yaitu berkenaan tentang cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi di suatu Negara. Oleh karena itu dalam kesepakatan itu menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan dan cita-cita yang bisa juga disebut sebagai filsafat kenegaraan. Kesepakatan kedua, adalah suatu kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan kostitusi. Kesepakatan kedua ini juga bersifat dasariah, karena menyangkut dasar-dasar kehidupan penyelenggaraan Negara. Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan:
1)        Bangunan organ Negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya,
2)        Hubungan-hubungan antar organ itu satu sama lain, serta
3)        Hubungan antara organ-organ Negara itu dengan warga Negara.

Bangsa yang yang hidup di suatu kawasan Negara bukan tibul secara kebetulan tetapi melalui suatu perkembangan kausalitas, sehingga unsure kesatuan atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa tersebut. Secara historis pancasila adalah suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilai sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk Negara. Sedangkan secara cultural dasar-dasar pemikiran tentang pancasila dan nilai-nilai pancasila berakar pada nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religious yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan Negara (Notonegoro, 1975).
Indonesia pada dasarnya terdapat secara sporadic dan fragmentaris dalam kebudayaan bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara baik pada abad kedua puluh maupun sebelumnya dimana masyarakat Indonesia telah mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan berakulturasi dengan kebudayaan lain. Nilai-nilai tersebut melalui para pendiri bangsa dan negara ini kemudian dikembangkan dan secara yuridis disyahkan sebagai suatu dasar negara, dan secara verbal tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Soeryanto, 1989:5). Dalam hubungan seperti inilah maka Pancasila yang causa materialisnya bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini, meminjam istilah Margareth Mead, Ralp Rinton, dan Sbraham Kardiner dalam Antropology to Day, disebut sebagai National Character. Selanjutnya Linton lebih condong dengan istilah Peoples Character, atau dalam suatu negara disebut sebagai National Identity. (Kroeber, 1954;Ismaun,1981:7)
Nilai-nilai kebudayaan dan nilai religious yang telah ada pada bangsa Indonesia kemudian dibahas dan dirumuskan oleh the founding fathers bangsa Indonesia yang kemudian disepakati sebagai dasar hidup bersama. Dalam proses perumusan tentang cita-cita bersama yaitu dasar filosofi negara Indonesia, diawali dengan dibentuknya BPUPKI dan pada awalnya tercapai consensus yaitu berupa Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, yang dikenal dalam sejarah perumusan sila pertamanya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada siadang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dilakukan suatu kesepakatan lagi sehingga menjadi Pancasila. Berdasarkan fakta sejarah tersebut, maka Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara  yang merupakan suatu hasil philosophical consensus, karena membahas dan menyepakati suatu dasar filsafat negara, dan political consensus.

Pancasila sebagai Philosofische Grondslag
Bangsa Indonesia telah menentukan pilihan melalui the founding fathers bangsa Indonesia, bahwa dalam hidup kenegaraan dan kebangsaan mengangkat dan merumuskan core philosophy bangsa Indonesia Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang secara yuridis tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam realisasi normative dan praksis dalam kehidupan bernegara. Dalam pengertian itu, maka Pancasila merupakan das sollen bagi bangsa Indonesia sehingga seluruh derivasi normative dan praksis berbasis pada nilai-nilai pancasila (Kaelan, 2007:10). Dalam kedudukannya, Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar, baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar hukum tidak tertulis. Cita hukum berfungsi sebagai pemandu (leitstern) bagi tercapainya cita-cita masyarakat.
Dalam pelaksanaan kenegaraan, suatu piranti harus dipenuhi demi tercapainya hak dan kewajiban warga negara, maupun negara adalah perangkat hukum sebagai hasil derivasi dari dasar filsafat negara pancasila. Dalam hubungan ini agar hukum bisa berfungsi baik sebagai pelindung dan pengayom masyarakat maka hukum seharusnya mampu menyesuaikan dinamika masyarakat (harus bersifat dinamis). Dalam hubungan ini Pancasila merupakan sumber nilai bagi pembaharuan hukum yaitu sebagai cita hukum, yang menurut Notonagoro berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm dalam negara Indonesia (Notonagoro, 1975).
Staatsfundamentalnorm atau grundnorm yang merupakan suatu cita hukum menurut Custaf Radbrush (1878-1949), seorang ahli filsafat hukum mahzab baden, memiliki fungsi regulative dan fungsi konstitutif. Cita hukum memiliki fungsi:
1)      Regulative adalah berfungsi sebagai tolok ukur yaitu menguji apakah suatu hukum positif itu adil atau tidak. Adapun fungsi 2)
2)      konstitutif yaitu menentukan bahwa tanpa suatu cita hukum, maka hukum akan kehilangan maknanya sebagai suatu hukum (Attamimi, 1990:68).

Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif dan regulative. Fungsi konstitutif yakni Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri. Sedangkan fungsi regulative-nya Pancasila menentukan apakah dasar suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil dan tidak adil. Sebagai staatsfundamentalnorm Pancasila merupakan tolak derivasi(sumber penjabaran) dari tata tertib Indonesia termasuk UUD 1945 (Mahfud, 1999:59).
Dalam filsafat hukum suatu sumber hukum meliputi dua macam pengertiann yaitu sumber formal hukum dan sumber material hukum. Pancasila yang didalamnya terkandung nilai-nilai religious, nilai hukum moral, nilai hukum adat, nilai hukum kodrat, dan nilai religious merupakan sumber material bagi hukum positif Indonesia. Dengan demikian, Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Hal ini mengandung konsekuensi apabila terjadi ketidakserasian atatu pertentangan norma hukum yang satu dengan yang lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi, maka terjadi inkonstitusionalitas dan ketidaklegalan dan oleh karena itu maka norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Secara factual bahwa system hukum di Indonesia memiliki kekhasan yaitu senantiasa tidak dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan. Hal ini terdapat pada poroduk hukum yang tidak terlepas dari nilai religius, contohnya UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan ata UU Peradilan Agama Nomor 7 tahun 1989.
Secara endogen, hukum adat di Indonesia dapat dikembangkan berdasarkan hukum adat yang berkembang dalam amsyarakat. Dalam hubungan ini,posisi hukum adat sangat besar artinya dalam proses terjadinya teori ilmiah karena tumbuh dan berkembangnya teori hukum senantiasa bersifat endogen.
Dalam proses revitalisasi nilai pancasila dalam berbagai bidang proses legislasi hukum menjai sangat penting, karena seluruh kebijakan dirumuskan melalui peraturan perundang-undangan bagi bangsa Indonesia dasar nilai “welfare state” dalam makna sila kelima Pancasila. Oleh karena itu, keadilan merupakan suatu core values untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang ekonomi, social-budaya dan hankam.
Sebenarnya, nilai-nilai pancasila merupakan suatu realitas objektif yang ada pada bangsa Indonesia sebagai suatu aksidensia, yaitu suatu sifat, nilai-nilai, cirri khas yang secara objektif ada pada bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara, philosofische Grondslag bukan merupakan suatu preferensi, melainkan sudah merupakan suatu realitas objektif bangsa dan Negara Indonesia yang memiliki dasar legitimasi yuridis, filosofis, politis, historis dan cultural.
Dalam rangka menghadapai perkembangan zaman terutama globalisasi, prinsip-prinsip dasar yang merupakan paradigm dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, bahkan bisa saja mengorbankan dasar filosofis Negara dan bangsa sendiri demi kepentingan yang sifatnya pragmatis, hedonis dan sesaat. Konsekuensinya, selama bangsa Indoensia memiliki kemauan untuk membangun bangsa di atas dasar filosofis nilai pancasila, seharusnya segala kebijakan dalam Negara ini terutama pembaruan, maka nilai-nilai Pancasila merupakan suatu pangkal titik tolak kebijakan Negara. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terutama dalam melaksanakan pembangunan dan pembaharuan, maka harus mendasarkan pada suatu kerangka piker, sumber nilai serta arahan yang didasarkan pada nilai-nilai pancasila. 

C.    Epistemology Mystake dalam Memahami Pancasila
Prinsip kebebasan yang berkembang dalam era reformasi telah mencapai titik klimaksnya. Sehingga terjadilah epistemology mystake (kesesatan epistemologis) terhadap dasar filosofi Negara.
Dalam era reformasi dewasa ini setelah tubuhnya Orde Baru, muncullah berbagai argument politis yang berkaitan dengan pemahaman atas Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Argumentasi tersebut ada yang memang berpangkal dari suatu ketidaktahuan, naun juga tidak jarang sebagai ungkapan yang sifatnya desengaja secara politis. Adapun alasan yang dikemukakan tidak didasarkan pada suatu realitas objektif, tetapi yang jelas ungkapan-ungkapan tersebut menunjukkan adanya suatu kesesatan dan kekacauan pengetahuan akan Pancasila, dan kekerdilan pemikiran anak bangsa tentang filosofi dan kepribadiannya sendiri.

1.        Kekacauan pertama
Menyamakan antara nilai, norma dan praksis (fakta) dalam memahami Pancasila. Berdasarkan norma-norma peraturan perundang-undangan dapat diimplementasikan realisasi kehidupan kenegaraan yang bersifat praksis. Oleh karena itu tidak mungkin implementasi dilakukan secara langsung dari Pancasila, kemudian direalisasikan dalam berbagai konteks kehidupan, karena harus melalui penjabaran dalam suatu norma yang jelas. Banyak kalangan memandang hal tersebut secara rancu seakan-akan memandang Pancasila itu secara langsung bersifat operasional dan praksis dalam berbagai konteks kehidupan masyarakat.

2.        Kekacauan kedua
Terletak pada konteks politik yang menyamakan nilai-nilai Pancasila dengan suatu kekuasaan, rezim atau suatu orde. Hal ini dapat ditangkap dalam konteks politik bahwa berbicara Pancasila seolah-olah sebagai label Orde Baru, identik dengan kekuasaan Soeharto dan celakanya seakan-akan terjadi suatu indoktrisasi.oleh karena itu epistemologi harus diluruskan. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia harus dibedakan dengan kekuasaan suatu rezim yang justru menyalahgunakan Pancasila.

3.        Kekacauan ketiga
Memahami dan meletakkan Pancasila sebagai suatu varian yang setingkat dengan agama. Dimana Pancasila merupakan suatu budaya dan bukannya agama. Dalam filsafat pancasila tidak pernah membahas tentang tuhan, meskipun sila pertama adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebab Founding fathers kita adalah orang biasa dan bukan nabi. Tatkala meletakkan dasar-dasar pemikirannya para pendiri negara kita menyadari bahwa, bangsa yang religius, oleh karena itu bangsa Indonesia tidak mungkin diatas dasar filsafat atheisme, sekulerismeatau liberalisme. Oleh karena bangsa Indonesia memiliki kebebasan dalam membentuk agama dan negara tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai agama, maka para pendiri negara menentukan dan memilih pemikiran “Negara adalah Berketuhanan Yang maha Esa” (Kaelan, 2005).

D.    Tantangan Globalisasi
Selain itu nampaknya proses globalisasi juga membawa dampak signifikan eksistensi bangsa dan negara indonesia. Proses globalisasi yang begitu cepat merupakan tantangan bangsa indonesia. Ulrich (1998) mengungkapkan bahwa globalisasi akan berpengaruh terhadap relasi-relasi antar negara dan bangsa di dunia, yang akan mengalami “deteroliasisasi”. Konsekuensinya kejadian-kejadian di berbagai belahan dunia ini akan berpengaruh secara cepat terhadap negara lain.
Dalam kondisi seperti ini terjadilah pergeseran dalam kehidupan kebangsaan, yaitu pergeseran negara yang berpusat pada negara kebangsaan, kepada dunia yang berpusat majemuk. Badai globalisasi semakin dahsyat dengan datangnya kapitalisme dunia, yang menguasai berbagai bangsa di dunia. Dalam era globalisasi ini negara kapitalislah yang akan menguasai panggung politik di dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa di dunia dan secara tidak langsung juga nasib sosial, politik dan kebudayaan.  Selain itu kapitalisme juga dapat melunturkan rasa nasionalisme warga negara. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada usaha untuk merevitalisasi tidak pernah dilakukan oleh pemerintah indonesia, bahkan kurikulum pancasila dalam segala jenjang pendidikan sengaja dihapuskan.

E.     Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-nilai Pancasila
Suatu pemikiran yang seakan-akan pancasila itu sebagai suatu entitas yang menampung apa saja dan senantiasa sebagai suatu suatu sumber segala kebenaran, sudah saatnya dilakukan reinterpretasi. Suatu pemikiran tentang pendidikan sebagaimana harus dilaksanakan, kemudian orang mengatakan hal itu telah terkandung dalam Pancasila, bagaimana suatu peraturan perundangan dirumuskan, hal itu sudah terkandung dalam pancasila dan lain sebagainnya.
Sebagaimana telah diketahui dalam sejarah bahwa pancasila adalah merupakan suatu hasil pemikiran bangsa Indonesia yang digali dari nilai nilai budaya bangsa, dan dalam proses sejarah melalui suatu political consensus dan philosophical consensus disepakati sebagai dasar negara, dan pancasila juga merupakan suatu filsafat. Oleh karena itu bagi bangsa indonesia pancasila adalah suatu core philosophy, sehingga merupakan suatu local genius dan local wisdom bangsa indonesia sebagai suatu karya besar bangsa sudah merupakan kewajiban etis atau bahkan imperatif yuridis untuk melakukan revitalisasi dan reaktualisasi, agar tidak larut oleh derasnya proses globalisasi.
Pancasila merupakan satu dasar filsafat negara baik secara yuridis maupun politis. Sehingga perlu dilakukan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai pancasila sebagai dasar hidup bersama bangsa Indonesia. Strategi yang utama melalui revitalisasi etistemologis dengan pengembangan corephilosopi pancasila sebagai suatu filsafat bangsa Indonesia. Transfer of knowledge tentang filsafat pancasila sebagai filsafat bangsa dilakukan dengan kajian yang bersifat ilmiah, obyektif, dan realistik. Tahap berikutnya dilakukan kontekstualisasi nilai-nilai pancasila dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kontekstualisasi dilakukan manakala telah dikuasai body of knowledge filsafat pancasila sebagai filsafat bangsa indonesia yang dilakukan dengan dua arah, yaitu pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan dan pancasila sebagai landasan etik ilmu pengetahuan. Sebagaimana bidang filsafat ilmu lain. Sebagaimana filsafat ilmu, ilmu pengetahuan mempunyai tiga landasan filosofis utama yaitu dasar ontologis, dasar etistemologis, dan dasar aksiologis.
Sebagaimana diketahui dalam filsafat ilmu terdapat dua pandangan yang berbeda dalam hubungan dengan ilmu pengetahuan dan nilai. Paham pertama menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai sedangkan pham yang kedua adalah ilmu pengetahuan syarat dengan nilai.
Kontekstualisasi dan implementasi nilai-nilai pancasila dalam dunia pendidikan ini adalah yang paling strategis, karena pendidikan tidak hanya mencetak manusia cerdas, terampil namun juga mempertahankan, mengembangkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai filosofi bangsa sebagai local genius sekaligus sebagai identitas bangsa. Maka isi mata pelajaran/ mata kuliah dapat dikembangkan berupa pendidikan kewarganegaraan yang meliputi proses pembelajaran tentang hubungan warga negara dengan negara, dan mata kuliah tentang filsafat bangsa Indonesia yaitu pancasila sebagai identitas nasional, bangsa, dan negara.
Revitalisasi berikutnya adalah pada tingkatan normatif ideologis yang berarti pancasila sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif dan praksis dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Dalam suatu pelaksanaan kenegaraan, suatu piranti yang harus dipenuhi dalam tercapainya hak dan kewajiban warga negara maupun negara adalah perangkat hukum sebagai hasil derifasiasi dari dasar filsafat negara Pancasila. Oleh karena itu hukum harus senantiasa diperbaharui agar hukum dapat bersifat aktual dan dinamis sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila merupakan suatu sumber nilai dari pembaharuan hukum yaitu sebagai suatu cita-cita hukum yang berkedudukan sebagai staatfundamental norm dalam negara Indonesia.
Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tersusun sacara hierarkis. Dalam susunan hierarkis ini pancasila menjamin keserasian atau tidaknya kontradiksi di antara berbagai peraturan perundang-undangan secara vertikal maupun horizontal.
Selain revitalisasi dalam tingkat normatif juga dapat dilakukan revitalisasi kebijakan yang sifatnya operasional dan praksis. Serta memperhatikan keserasian antara das sollen dan das sein dalam revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia.

1.        Refitalisasi Pancasila dalam bidang ekonomi
Globalisasi ekonomi akan membawa serta gejala denasionalisasi ekonomi melalui pendirian jaringan-jaringan produksi tingkat nasional, perdagangan dan keamanan. Dalam suatu ruang ekonomi yang tanpa batas ini pemerintah nasional tidak lebih dari sekedar transmission belts bagi kapital global dan regional yang sedang tumbuh, serta mekanisme pengaturan global.
Organisasi transnasional meliputi Bank for International  Settlement, International Monetary Fund, Bank Dunia dan lain-lain. Penekanan sistem negara demokrasi dan konstitusionalisme akan membawa konsekuensi berkembangnya sistem ekonomi free fight, dan kapitalislah yang akan menguasai aspek institusi sosial-politik-kebudayaan. Pengaruh positif perkembangan kekuasaan kapitalis yaitu terbukanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan melalui pajak, devisa negara, sedang dampak negatifnya, tujuan negara bukan untuk kesejahteraan rakyat namun negara merupakan sorga bagi kalangan kapitalis.
Prinsip ontologis sebagai basis paradigma ekonomi Indonesia terletak pada pandangan filosofis tentang subjek manusia sebagai subjek ekonomi. Filosofi Pancasila memiliki pandangan hakikat manusia bersifat monopluralisme, bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat jasmani rohani yang memiliki unsur akal, rasa, dan kehendak. Ciri ekonomi berparadigma Pancasila yaitu sistem ekonomi berorientasi pada manusia sebagai subjek ekonomi. Hubungan manusia dan pembangunan ekonomi bersifat timbal balik.
Basis filosofis yang terkandung dalam Pancasila, maka dalam revitalisasi ekonomi harus dilakukan revitalisasi yang substansial bahwa ekonomi untuk rakyat. Selain itu ekonomi juga harus memiliki basis moral Ketuhanan dan Kemanusiaan. Prinsip dasar Pancasila bahwa ekonomi untuk kemakmuran rakyat dan bukannya kemakmuran individu (kapitalis).
Secara konstitusional perekonomian Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Namun kaidah yang terkandung dalam pasal 33 hasil amandemen keempat ini terdapat kontradiksi internal yaitu ayat (4) bahwa ekonomi diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi. Hal ini tidak konsisten dengan ayat (1) bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Tas dasar pasal 33 ayat (4) maka sistem ekonomi Indonesia menjadi multitafsir, bahkan das sein atau pelaksanaannya jauh dari nilai dasar dalam filosofi negara Pancasila. Misalnya UU No.5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sama sekali tidak terdapat unsur bahwa perekonomian demi kesejahteraan rakyat. Selain itu UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN juga tidak memuat kaidah bagaimana BUMN itu untuk kemakmuran rakyat. Demikian pula dengan dikeluarkannya UU Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004, perekonomian rakyat tambah sulit dikendalikan, hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya legitimasi kekuasaan dalam hal usaha untuk memakmurkan rakyat.
Oleh karena itu revitalisasi dilakukan dengan meletakkan paradigma ekonomi demi kesejahteraan rakyat bukan persaingan bebas.  Jadi kebijakan tidak diletakkan pada demokrasi ekonomi model liberal dengan prinsip free fight, namun diletakkan bahwa ekonomi untuk rakyat bukan rakyat sebagao objek ekonomi.
Layak diperhatikan sistem pengembangan ekonomi di RRC. Cina menganut sistem ideologi satu partai yaitu partai komunis Cina, sehingga partai komunis menjadi rulling party. Cina menyadari dengan model sistem tertutup maka ekonomi Cina tidak akan berkembang dengan baik. Oleh karena itu Cina menerapkan kebijakan open door policybagi investor asing. Sebagai rangkaian kebijakan ekonomi terbuka tersebut pemerintah Cina mendirikan Special Economi Zones. Sasarannya untuk menarik investor asing sebanyaknya. Peranan negara cukup dominan, karena meskipun terdapat wilayah SEZs, namun Cina sangat memegang teguh prinsip ekonomi untuk rakyat.
Oleh karena itu pemerintah Cina mengembangkan sistem ekonomi untuk menarik investor melalui : 1) Perusahaan yang sepenuhnya dimilikioleh pihak asing 2) Kerja sama dalam pemodalan 3) Kerja sama dalam menjalankan bisnis (T.B. Lin, 1985) yang mana kebijaka itu berpengaruh bagi ekonomi Cina. John Maynard Keynesberkeyakinan bahwa ekonomi harus bertanggung jawab terhadap perbaikan hidup seperti ketidakmerataan, kemiskinan, pengganguran, dan ketimpangan sosial. Berdasarkan prinsip dasar filosofis Pancasila bahwa negara adalah untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu ekonomi global harus diterima dengan melakukan sinergi yang positif, artinya bahwa ekonomi sebaiknya menekankan pada kemakmuran rakyat bukan dikuasai kalangan kapitalis.

2.        Revitalisasi Pancasila dalam Bidang Sosial-Kebudayaan
Pancasila yang causa materialisnya bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini. Nilai-nilai kebudayaan dan religius telah ada pada bangsa Indonesia yang dirumuskan oleh the founding fathers bangsa Indonesia yang kemudian disepakati sebagai dasar hidup bersama negara Indonesia.Nilai-nilai Pancasila merupakan asas dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Namun akhir-akhir ini nilai-nilai tersebut semakin luntur karena pengaruh global. Hal ini dapat dilihat banyak ditemukan sikap pragmatis, individualisme, hedonisme terutama sikap anarkisme dalam berbagai penyelesaian sosial, politik, kebudayaan bahkan keagamaan. Artinya bangsa kita semakin jauh dari nilai etika Ketuhanan dan Kemanusiaan yang beradap. Misalnya kasus konflik sambas, konflik Sampit, Poso, Cikeusik dan peristiwa sosial lainya, namun di sisi lain muncul gerakan tribalisme yaitu suatu perkembangan masyarakat yang mengarah pada fanatisme primordial, sukuisme, kesetiaan pada kelompok, etnisitas, ras, budaya, agama, kepercayaan bahkan juga kelompok-kelopmpok lain termasuk profesi (Naisbitt, 1994: 16-17).  Faktanya pelaksanaan Pemilu Kada masih terdapat masalah yang berakibat pada konflik horizontal, dan kasus-kasus lain yang menunjukan betapa semakinlemahnya etika Ketuhanan (Sila I), etika kemanusiaan yang beradab (sila II), serta lunturnya rasa nasionalisme yang menekankan etika multikulturalisme (Sila III).
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah segala hal yang dihasilkan oleh manusia sebagai makluk Tuhan yang berakal. Wujud hasil kebudayaan manusia berupa suatu kompleks gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia yang masih bersifat abstrak. Misalnya pengetahuan, ideologi, etika, estetika (keindahan), hasil pemikiran manusia (seperti logika, matematika,aritmetika, geometrika), norma, kaidah dan lainya sebagainya. Selain itu wujud kebudayaan manusia yang bersifat kongkret berupa aktivitas manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, sehingga terwujudlah sistem sosial. Sistem sosial ini tidak lepas dari tatanan nilai sebagai pedoman. Oleh karena itu pola-pola aktivitas manusia ditentukan oleh tatanan nilai yang merupakan hasil budaya abstrak manusia. Jika suatu tatanan sosial bersumber pada sistem nilai dan sistem nilai bersumber pada nilai-nilai agama, maka sistem sosial budaya masyarakat akan mengandung nilai keagamaan, nilai kemanusiaan, dan nilai kebersamaan.
Wujud konkret lainya adalah bentuk-bentuk budaya fisik yang dihasilkan manusia yang disebut sebagai benda-benda budaya. Jika dipahami secara sistematik wujud sistem sosial-kebudayaan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) Sistem Nilai, (2) Sistem Sosial dan (3) Wujud fisik baik dalam kebudayaan maupun kehidupan masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila merupakan core values sistem sosial-kebudayaan masyarakat Indonesia yaitu merupakan suatu esensi nilai kehidupan sosial-kebudayaan yang multikulturalisme. Oleh karena itu dalam proses revitalisasi nilai-nilai Pancasila harus meliputi tiga dimensi tersebut. Sehingga dalam hubungan ini diperlukan suatu proses pembudayaan nilai-nilai Pancasila.
Selain itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk melakukan revitalisasi terhadap kekayaan budaya bangsa. Kita harus membudayakan kepercayaan dan kebanggaan atas kekhasan dan keunikan kekayaan budaya bangsa sebagai suatu local wisdom dan local genius bangsa. Dengan sendirinya revitalisasi juga harus diikuti dengan upaya pembinaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan kekayaan budaya bangsa, bahkan sektor ini juga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat, misalnya dikembangkan melalui pariwisata.

3.        Revitalisasi dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis yang sangat strategis di Asia Tenggara, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi ajang perebutan kepentingan kekuatan transnasional, sehingga Indonesia harus memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.
Ketahanan Nasional yaitu suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia (Suradinata, 2005 : 47).
Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya harus memiliki suatu ketahanan nasional. Dalam hubungan ini cara mengembangkan dan mewujudkan ketahanan nasional setiap bangsa berbeda-beda sesuai dengan falsafah, budaya dan pengalaman sejarah masing-masing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia ketahanan nasionalnya dibangun di atas dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila.
Sebagai dasar filsafat bangsa dan negara, Pancasila tidak hanya merupakan hasil pemikiran seseorang saja, melainkan nilai-nilai Pancasila telah hidup dan berkembang dalam kehidupan objektif bangsa Indonesia. Sehingga dalam proses pembentukan negara, nilai-nilai Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia (founding fathers) dan secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu dalam pengertian ini Pancasila sebagai suatu dasar filsafat dan sekaligus sebagai landasan ideologis ketahanan nasional Indonesia.
Dalam hubungan dengan realisasi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, maka filsafat Pancasila merupakan esensi dari ‘staatsfundamentalnorm’ atau pokok kaidah negara yang fundamental. Konsekuensinya Pancasila merupakan suatu pangkal tolak derivasi dari seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk hukum dasar dan seluruh sistem hukum positif lainnya. Sementara itu, dalam hubungannya dengan ketahanan nasional, dalam konsepsi dan seluruh pelaksanaannya harus memiliki landasan yuridis yang jelas. Atas dasar pengertian itulah maka landasan konstitusional atau landasan yuridis ketahanan nasional Indonesia adalah UUD 1945 yang bersumber pada dasar filsafat Pancasila.
Oleh karena itu berkaitan dengan kondisi ketahanan nasional Indonesia, adalah kondisi dinamis bangsa dan Negara Indonesia. Sesuai dengan konsepsi ketahanan nasional, maka kondisi tersebut mengandung suatu kemampuan untuk menyusun kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman yang ditujukan terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
Bagi bangsa dan Negara Indonesia bahaya yang mengancam dapat berupa subversi dan infiltrasi terhadap semua bidang kehidupan masyarakat, serta adanya kelemahan-kelemahan yang inherendengan suatu masyarakat majemuk yang sedang membangun, maka strategi yang dipilih adalah strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia, adalah dengan memanfaatkan ketahanan nasional. Ketahanan suatu bangsa adalah suatu persoalan universal, sedang cara yang ditentukan berbeda-beda. Terdapat berbagai istilah misalnya strategy of interdependence, strategy of limited war, sedang bagi bangsa Indonesia dikembangkan konsepsi strategi ketahanan nasional ( Suradinata, 2005 :50 ).

Filosofi Pertahanan dan Keamanan
Konsep pertahanan dan keamanan Negara sering diartikan negative, yaitu untuk mempertahankan kekuasaan atau meningkatkan supremasi kekuasaan Negara. Bagi sekelompok orang yang memandang Negara terpisah dari masyarakat sipil, maka akan berpandangan bahwa konsep pertahanan dan keamanan hanya akan memperkuat supremasi kekuasaan Negara, bahkan kekuasaan sekelompok orang. Namun bagi sementara orang yang memandang Negara adalah sebagai lembaga hidup bersama yang berkembang dalam masyarakat, maka pertahanan dan keamanan adalah suatu yang mutlak harus ada. Karena masyarakat membentuk Negara salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan jaminan keamanan dari Negara, sehingga dalam kehidupan sehari-harinya dapat tentram, damai dan sejahtera.
Pengertian ketahanan nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan, yaitu suatu kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung potensi untuk mengembangkan kemampuan nasional menjadi kekuatan nasional, guna menghadapi dan mengatasi segala ancamana, rongrongan, gangguan, hambatan baik yang datang dari dalam maupun luar Negara Indonesia, langsung maupun tidak langsung membahayakan pertahanan dan keamanan bangsa dan Negara.
Pertahanan dan keamanan Indonesia adalah kesemestaan daya upaya seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan Negara demi kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraaan pertahanan dan keamanan secara nasional merupakan salah satu  fungsi utama pemerintahan dan Negara Republik Indonesia dengan TNI dan Polri sebagai intinya. Tujuannya adalah untuk menciptakan keamanan bangsa dan Negara dalam rangka mewujudkan Ketahanan Nasional Indonesia.
Revitalisai Pancasila yang paling strategis dalam hubungan dengan pertahanan dan keamanan adalah dalam bidang ketahanan ideologi. Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti, konsep, pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Maka secara harfiah, ideology berarti ilmu tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, kata ‘idea’ disamakan arti dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap dan harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan suatu dasar, pandangan atau faham.

Pengertian ideology secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut :
a.         Bidang politik
b.        Bidang social
c.         Bidang kebudayaan
d.        Bidang keagamaan

Maka ideology negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau system kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki cirri berikut :
a.         Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
b.   Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan kepada generasi berikutnya (notobagoro, 1975 :2,3)
Dalam panggung politik dunia terdapat berbagai macam ideology namun yang sangat besar peranannya dewasa ini adalah ideology liberalism, komunisme serta ideology keagamaan.

Ideologi Pancasila
Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesepakatan filosofis dan kesepakatn politis, dari segenap elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dapat juga diistilahkan bahwa pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kontrak social seluruh elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara.  Kausa finalis atau tujuan pokok dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara, sehingga konsekuensinya seluruh aspek dalam penyelenggaraan Negara berasaskan system nilai yang terkandung dalam pancasila. Proses terjadinya Pancasila berbeda dengan ideology-ideologi besar lainnya seperti liberalism, komunisme, sosialisme dan lain sebagainya. Kausa materialis, terdapat kesesuaian secara korespondensi antara bangsa Indonesia dengan pancasila sebagai suatu system nilai.
Berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya , pancasila pada hakikatnya merupakan suatu ideologi yang bersifat komprehensif, artinya ideology pancasila bukan untuk dasar perjuangan kelas tertentu. Namun, pancasila pada hakikatnya merupakan suatu ideology bagi seluruh lapisan, golongan, kelompok, dan seluruh elemen bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesatuan integral bangsa dan Negara Indonesia dipertegas dalam pokok pikiran pertama UUD 1945.

Ketahanan Nasional Bidang Ideologi
Bangsa Indonesia tersusun atas golongan , agama, dan adat-istiadat yang beraneka ragam, keadaan yang demikian memiliki 2 kemungkinan :
Pertama, keanekaragaman dapat menimbulkan potensi perpecahan jikalau di antara unsure-unsur bangsa tidak memiliki wawasan kebersamaan sebagaiman terkandung dalam ideology pancasila. Kedua, keanekaragaman itu justru merupakan suatu khasanah budaya bangsa yang dapat dikembangkan serta menguntungkan dalam berbagai.

Konsep Pengertian Ideologi
Ideologi adalah suatu perangkat prinsip pengarhan (guiding prinsciples) yang dijadikan dasar serta memberikan arah dan tujuan untuk dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan gidup dan kehidupan nasional suatu bangsa dan Negara. Ideology memiliki sifat futuristic, artinya mampu memberikan suatu gambaran masa depan yang ideal. Dengan kata lain ideology merupakan suatu konsep yang medalam mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta yang ingin diperjuangkan dalam suatu kehidupan yang nyata.
Fungsi dasar ideology membentuk suatu identitas kelompok atau bangsa. Dengan dmeikian, dalam kehidpan bernegara ideology menentukan kepribadian nasionals ehingga mampu mempersatukan aspirasi atau cita-cita suatu kehidupan yang diyakini sebagai terbaik, serta mempersatukan perjuanagan untuk mewujudkan cita-cita. Ideology dijabarkan dari suatu sistem nilai. Dengan demikian penjabaran ideology dipastikan bersumber pada suatu prinsip atau suatu pandangan filsafat tertentu.
Dalam kaitannya dengan ideology nasional Indoensia maka secara yuridis prinsip sistem nilai tersebut telah tertuang dalam dasar filsafat pancasila. Dimana setelah melalui suatu proses penyelidikan dalam BPUPKi kemudian pembahasan serta consensus oleh para komponen dan elemen bangs ayang terwadahi dalam BPUPKI kemudian disahkan secara yuridis oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk Negara dan termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Menyadari pentingnya ideology pada proses reformasi dewasa ini maka para wakil rakyat dahulu menuangkan komitmennya untuk mengembangkan ketahanan ideology dalam Tap MPR RI nomor XVIII/MPR/1998. Dalam ketetapan tersebut ditegaskan bahwa pancasila sebagai dasar Negara NKRI dan sebagai Ideologi nasional. Demikian pula kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, sumber dari sega sumber hukum terdapat dalam Tap MPR Nomor XX/MPRS/1996 yo tap MPR RI Nomor IX/MPR/1978.

Strategi Revitalisasi Ketahanan Nasional
Agar terwujud suatu ketahanan nasional bidang ideology secara  strategis harus diwujudkan baik secara kenegaraan maupun secara kewarganegaraan. Artinya suatu ideology harus terealisasikan baik dalam kehidupan perseorangan dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu pelaksanaan ideology disebdakan atas dua macam aktualisasi:
1.        Aktualisais secara objektif. Yaitu pelaksanan ideology dalam bidnag kenegaraan yang terwujud dalam UUD serta peraturan perUUAn lain serta dalam segala aspek penyelenggaraan Negara lainnya.
2.  Aktualisasi yang subjektif, yaitu dalam kehidupan para wraga Negara serta kehidupan kewarganegaraan secara perseorangan yang diwujudkan dalam sikap, perilaku, kepribadian setiap warga Negara perseorangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
   Makin tinggi kesadaran suatu bangsa melaksanakan dan mengaktualisasikan ideology, pada hakikatnya semakin tinggi pula ketahanan bidang ideology bangsa tersebut.
Secara rinci dalam rangka strategi revitalisasi ideology sebagai berikut:
1.        Secara prinsip aktualisais secara konkrit harus diwujudkan dalam bidang kenegaraan maupun pada setiap warga Negara dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara secara realistis, objektif dan actual.
2.   Aktualisasi fungsi ideology sebagai perekat pemersatu bangsa-bangsa harus senantiasa ditanamakan kepada semua warga Negara terutama dalam perwujudan konkrit dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.        Dalam proses reformasi dewasa ini aktualisasi ideology harus dikembangkan ke arah keterbukaan dan kedinamisan ideology
4.        Senantiasa menanamkan dan memantapkan persatuandan kesatuan bangsa yang bersumber pada asas kerokhanian ideology pancasila yang mengakui keanekaragaman dalam hidup bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.
5.        Kalangan elit Negara baik eksekutif, legislative maupun yudikatif harus mencurahkan kepada cita-cita untuk memperbaiki nasib bangsa pada era reformasi ini melalui realisais pembangunan nasional yang teruang dalam program-program pembangunan Negara.
6.        Mengembangkan dan menanamkan kesadaran bermsyarakat, berbangsa dan bernegara pada generasi penerus bangsa dengan cara menanmakan ideology pancasila sebagai ideology yang huanis, religisu, demokratis, nasionalistis dan berkeadilan.
7.        Menumbuhkan sikap positif terhapa warga Negara untuk memiliki kesadaran bermasyrakat, berbangsa dan bernegara dengan meningkatkan motivasi dalam pembangunan nasional demi kesejahteraan seluruh bangsa