BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum merupakan hal
yang erat kaitanya dengan keadilan yang menjamin hak asasi setiap individu
dalam kehidupannya. Dalam hak asasi manusia hukum adalah hak untuk mendapatkan
proses peradilan yang adil (fair trial). Dengan demikian, Jika proses hukum
pidana tidak menjamin dan melindungi hak asasi individu maka telah terjadi
tindakan sewenang-wenang yang berpengaruh pada penegakan hukum itu sendiri.
Demikian juga dalam proses persidangan yang mengabaikan prinsip fair trial maka
hal tersebut akan merusak tegaknya suatu keadilan. Prinsip fair trial dalam
proses hukum pidana diatur dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
(DUHAM), UUD 1945, KUHP, dan perundang-undangan lainya yang relevan.[1]
Dalam mewujudkan tujuan
hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materiil atau keadilan dengan jujur
dan tepat mencari pelaku dari dari suatu tindak pidana dan menjaga agar orang
yang tidak bersalah tidak dijatuhi hukuman maka tercipta suatu lembaga yang
disebut dengan “lembaga praperadilan” yang merupakan lembaga untuk mewujudkan
suatu hukum yang adil sesuai prinsip fair trial.
Lembaga ini juga dapat
dikatakan sebagai lembaga pengawas atas adanya kesalahan yang dilakukan oleh
lembaga penegak hukum dalam penerapan hukum atas suatu tindak pidana. Bagi
tersangka lembaga ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mencari keadilan
maka suatu keputusan praperadilan sangat penting untuk menentukan sah atau
tidaknya penangkapan atau penahanan yang tidak semata-mata melihat pada
kesalahan tersangka.
Erat kaitanya dengan
hal tersebut penulis akan mencoba menganalisa proses pidana yang berkaitan
dengan Sidang Praperadilan Raffi Ahmad yang diduga menggunakan obat-obatan
terlarang. Berikut kami paparkan sedikit mengenai proses pidana yang dijalani oleh
Raffi Ahmad:
Kasus
Hukum
Kasus hukum pidana
Penyalahgunaan Narkotika oleh Rafi Ahmad. Raffi dijerat Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111 ayat 1, Pasal 132, Pasal 133 juncto
Pasal 127 dengan ancaman hukuman 4-12 tahun penjara. Raffi disangka menguasai
14 butir narkotik jenis Methylone dan dua linting ganja. Berikut kami uraikan
sedikit mengenai kronologi penangkapan Rafi Ahmad:
Artis Raffi Ahmad ditangkap di rumahnya di Jalan Gunung Balong
Kavling VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Bersama beberapa artis lainnya, dia diduga menggunakan
narkoba. Begini kronologi penangkapan Rafi, seperti yang dituturkan dua orang
pembantunya, pada Ahad, 27 Januari 2013.
Pukul 01.00 WIB
dinihari.
Pembantu tersebut
mengatakan Raffi pulang bersama beberapa kawannya. "Mas Raffi memang biasa
pulang jam segitu," kata pembantu lelaki laki-laki yang enggan disebut
namanya. "Tapi kalau kumpul jarang." Selanjutnya pembantu tadi tidak
tahu apa yang terjadi. Raffi dan kawan-kawannya berkumpul di ruang tamu lantai
satu.
Pukul 05.30 WIB.
Salah seorang pembantu
lainnya, Denia, mengaku turun dari kamarnya di lantai dua. Dia bermaksud
mematikan lampu. Setelah itu terdengar ketukan di pintu rumah. "Saya buka
pintu dan kaget ada 15-an orang berbadan tegap mengaku polisi," ujarnya.
Denia mengaku takut dan
langsung lari ke atas membangunkan suaminya. Polisi meneriakinya agar tidak
lari. Sesaat Denia dan suaminya turun beserta pembantu lainnya. "Suami
saya tanya ada keperluan apa, tapi malah dimarahin, disuruh naik lantai dua dan
menyerahkan semua telepon," katanya. Dia mengaku ketakutan. Selanjutnya
yang dia tahu polisi menuju ruang tamu. Di sana Raffi dan kawan-kawannya
tertidur.
Pukul 06.30 WIB.
Polisi-polisi tadi
keluar menggiring Raffi, Wanda Hamidah, Zaskia, dan Irwansyah beserta belasan
orang lainnya keluar. Mereka langsung membawa Raffi dan lainnya ke BNN.
Salah seorang warga
yang melihat kejadian ini mengaku kaget. "Ada enam mobil dan yang bawa
Raffi tegap-tegap," kata warga sekitar kompleks perumahan Raffi ini. Dari
penangkapan tersebut ditemukan beberapa bukti yakni beberapa butir pil yang
berisi zat baru turunan dari narkoba, dan dua linting ganja.
Rafi kemudian
ditetapkan sebagai tersangka oleh badan narkotika nasional iapun ditahan 20
hari terhitung sejak 1 Februari 2013. Pada hari berikutnya kemudian Raffi
diperiksa oleh pihak BNN. Setelah pemeriksaan tersebut Rafi dimasukan kedalam
lembaga rehabilitasi narkoba.
Pihak
Yang Terkait Sidang Praperadilan
Pihak
pemohon: Rafi Ahmad
Pihak
termohon: BNN
Pengajuan
praperadilan
Pada
Senin, 25 Februari lalu, tim kuasa hukum Raffi Ahmad resmi mengajukan
praperadilan ke PN Jakarta Timur. Pengajuan Praperadilan terkait keberatannya
terhadap penangkapan Raffi Ahmad, yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional.
Mereka menduga ada proses penangkapan yang tidak sesuai hukum. Mereka juga
mempermasalahkan serangkaian proses yang dilakukan penyidik BNN tekait
penahanan, penangkapan dan pembantaran kepada Raffi.
Sidang
Praperadilan Pertama Raffi Ahmad
Pengadilan
Negeri Jakarta Timur akan mengelar sidang praperadilan Raffi Ahmad pada hari
ini Selasa, 5 Maret 2013. Juru bicara PN Jakarta Timur, Jatniko Girsang
mengatakan sidang akan dimulai pukul 09.00 pagi, dengan agenda pembacaan
gugatan yang diajukan oleh tim Raffi. "Dijadwal jam 09.00 tapi tergantung
keadaan, bisa tepat waktu atau mundur," kata dia, Senin 5 Maret 2013.
Jatniko tidak bisa memastikan apakah Raffi akan menghadiri sidang praperadilan
perdana ini. Menurutnya, hal itu tergantung oleh Hakim Ketua yang memimpin
sidang prapradilan Raffi. "(Raffi) bisa hadir atau tidak, nanti hakim yang
memutuskan perlu atau tidak dia dihadirkan. Tapi kalau dia tidak hadir kan ada
kuasa hukumnya," ujarnya.
Sidang
Praperadilan Kedua Raffi Ahmad
Pengadilan
Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang praperadilan kedua Rafi Ahmad
pada hari Rabu 5 Maret 2013, namun Rafi kembali tidak dihadirkan di persidangan
dengan alasan keamanan. Pengacara Rafi mempersoalkan penangkapan klientnya oleh
BNN karena tidak ada aturan yang dilanggar dan dinilai tidak sah.
Sidang
Praperadilan Ketiga Raffi Ahmad
Hari
ketiga persidangan praperadilan kasus Raffi Ahmad, di Pengadilan Negeri Jakarta
Timur, Kamis, 7 Maret 2013, Badan Narkotika Nasional (BNN) belum juga
menghadirkan artis tersebut. Padahal, Ketua Majelis Hakim Sigit Sutriono sudah
meminta Raffi dihadirkan meski hanya sekali.
Hal itu lagi-lagi menjadi perdebatan di awal sidang. Namun, tak sampai
memanas seperti hari sebelumnya. Menurut Partahi Sihombing, kuasa hukum BNN,
pihaknya tidak dapat menghadirkan Raffi karena sedang menjalani rehabilitasi
tahap primary. "Aturan mainnya, seseorang yang mendapat rehabilitasi
primary tidak boleh dibawa keluar," tuturnya usai sidang. Ia melanjutkan,
rehabilitasi tahap itu merupakan yang terpenting. Seperti bersekolah, Raffi tak
boleh membolos. "Gimana mau sembuh kalau tahap rehab dibawa ke sana
kemari," kata dia. Dalam persidangan seharusnya tidak berbicara keinginan
menghadirkan, melainkan berpatok pada peraturan yang berlaku. BNN sendiri
merehab Raffi karena tak ingin terperosok lebih dalam. Partahi meminta
masyarakat tidak menilainya sebagai balas dendam, melainkan bertujuan memberi
peluang Raffi untuk lebih baik. Lagipula, lanjutnya, rehabilitasi itu pernah
menjadi permintaan salah satu keluargaa Raffi, Mansyur Ahmad. Itu dibuktikan
dalam surat tertanggal 31 Januari 2013. "Penandatanganan surat permintaan
itu di depan ibunya Raffi, di lantai 5 Gedung BNN," tambahnya. Sebelumnya,
Hotma Sitompul kuasa hukum Raffi, dan Amy Qanita ibunda Raffi sendiri, sudah
membantah keterangan itu.
Sidang Praperadilan Lanjutan
Sidang
praperadilan Raffi Ahmad kembali digelar pada Senin (11/3/2013) di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur. Di sidang kali ini, pihak BNN menghadirkan saksi, yaitu
penyidik yang ikut menggerebek rumah Rafi. Dalam sidang, saksi yang bernama
Agus itu mengungkapkan dirinya dan beberapa rekannya langsung memeriksa
handphone milik Raffi dan orang-orang yang ada di rumah itu. Ia pun menemukan
percakapan Raffi dengan salah satu temannya berinisial R lewat BlackBerry
Messenger (BBM). "Pada saat penggerebekan itu dikumpulkan, hp mereka
diperiksa, kita lakukan penggeledahan. Hp milik Raffi Ahmad kita buka secara
manual, memang di situ ada yang mengatakan Raffi menggunakan MDMA," ujar
Agus. Agus mengatakan, BBM itu menunjukkan kalau Raffi minta tolong kepada R
agar diracikan MDMA. "Di transkrip handphone itu Raffi bilang ‘kita
MDMA-an malam ini’. ‘Racikan buat saya, lima orang’. ‘MDMA-nya masih banyak kan
bro?" jelas Agus. Saat itu, Agus juga sempat bertanya kepada Raffi soal
lima orang yang dimaksud dalam BBM itu. "Lima orang yang mau minta diracik
itu yang pertama Raffi, MA, WH, W, SG," tuturnya.
Saksi
bernama Agus yang merupakan penyidik BNN membeberkan percakapan BlackBerry
Messenger (BBM) Raffi Ahmad sebelum penangkapan. Dalam BBM itu, Raffi meminta
seorang temannya berinsial R untuk meracikkan MDMA. Lantas bagaimana tanggapan
pihak Raffi?
Pengacara
Raffi, Hotma Sitompoel terkesan enggan menanggapi. Bahkan Hotma sedikit
menuding kesaksian penyidik BNN itu seolah mengada-ada. "Tanyakan dong
sama mereka. Dia cuma mengatakan ada kata-kata racikkan, apa yang diracik?
Siapa yang minta? Apa yang diracik? Kalau dibilang MDMA mana ada, itu
omongan-omongan mereka aja," tudingnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,
Senin (11/3/2013). Tim kuasa hukum Raffi juga masih ngotot penangkapan Raffi
Ahmad tidak sesuai prosedur karena menurut mereka tidak ditemukan barang bukti
yang kuat. Mereka pun optimis Raffi bisa bebas pada sidang putusan gugatan
praperadilan yang akan digelar Kamis (14/3/2013) mendatang. "Di
kesimpulan, kita sampaikan bahwa penangkapan ini tidak cukup bukti. Kita mohon
hakim praperadilan menyatakan penangkapan tidak sah," tambah pengacara
Raffi lainnya, Sahat Tua Situngkir. "Kita optimis bahwa berdasar
data-data, bukti-bukti yang ada tidak cukup bukti untuk menangkap, menahan dan
merehab. Apa buktinya? Buat kita yang penting udah terbuka kepada masyarakat,
terjadi kejanggalan-kejanggalan dalam proses penahanan Raffi," nilai Hotma
menimpali.
Pihak
pemohon (Raffi Ahmad) memberikan kesimpulannya pada sidang lanjutan pra
peradilan yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Kesimpulan
yang berjumlah 25 halaman ini diberi judul ‘Jangan karena nila setitik rusak
susu sebelanga’. "Maka kami kuasa hukum pemohon menyampaikan kesimpulan
yang kami beri judul: ‘Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga’,"
ujarnya dalam pembaca kesimpulan di PN jakarta Timur, Senin (11/3). Lebih
lanjut pemohon membacakan permohonannya terkait kasus ini. Adapun permohonan
adalah sebagai berikut:
ü Mengabulkan
permohonan pemohon untuk seluruhnya.
ü Menyatakan
perbuatan termohon yang telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan tanggal 27
Januari 2013 yang diperpanjang Surat Perintah Perpanjangan Penangkapan tanggal
30 Januari 2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
ü Menyatakan
perbuatan termohon yang menerbitkan Surat Perintah Penahanan tanggal 1 Februari
2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
ü Menyatakan
perbuatan termohon yang menerbitkan Surat Perintah Pembantaran Penahanan
tanggal 18 Februari 2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat
hukumnya.
ü Membatalkan
surat-surat yang diterbitkan oleh termohon yaitu Surat Perintah Penangkapan
tanggal 30 Januari, Surat Perintah Penahanan tanggal 1 Februari, Surat Perintah Pembantaran Penahan tanggal 18
Februari 2013.
ü Memerintahkan
termohon untuk segera membebaskan pemohon dari penahanan dan pembantaran di UPT
Terapi dan Rehabilitasi BNN di Lido segera setelah putusan praperadilan ini
dibacakan.
ü Memerintahkan
termohon agar tunduk dan patuh terhadap isi putusan ini.
ü Menetapkan
dan membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.
Hingga
kini Raffi masih ditahan di BNN atas kasus Narkoba yang menimpanya.
Ketidakhadiran Raffi dalam sidang praperadilan sempat membuat pengacara Raffi,
Hotma Sitompul melayangkan protes kepada pihak pengadilan.
Sidang Putusan praperadilan Rafi
Ahmad
Majelis
hakim Pengadilan Negeri Jakarta timur menolak praperadilan yang diajukan Rafi
Ahmad selaku pemohon kepada BNN sebagai termohon “memutuskan menolak
praperadilan yang diajukan pemohon” kata majelis hakim Sigit Sutrisno dalam
persidangan dipengadilan negeri jakrta timur. Dia juga mengatakan penahanan
yang dilakukan kepada Rafi Ahmad merupakan tindakan yang sah dan sudah sesuai
dengan undang-undang. Rafi ditahan bukan dalam kapasitasnya dalam sangkaan
pasal 127 ayat 1 UU No. 35 tahun 2009 akan tetapi dengan pertimbangan pasal 111
ayat 1 an 112 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009, maka berdasarkan hal tersebut BNN
berhak menahan yang bersangkutan. Dalam persidangan praperadilan dengan agenda
pembacaan putusan rafi masih ditahan oleh BNN.
Dari
kasus yang telah dipaparkan diatas penulis mencoba untuk menganalisa kasus
tesebut dengan makalah yang berjudul “Praperadilan Sebagai Sarana Untuk Mencari
Keadilan Bagi Tersangka/ Terdakwa Atas Kekeliruan Penerapan Hukum Dalam Proses
Penangkapan Dan Penahanan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang
diatas diperoleh rumusan sebagai berikut:
- Apakah dalam sidang praperadilan terdakwa harus dihadirkan?
- Berapa lama jangka waktu putusan sidang praperadilan?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini, yaitu:
- Untuk mengetahui apakah dalam sidang praperadilan terdakwa harus dihadirkan.
- Untuk mengetahui berapa jangka waktu putusan sidang praperadilan.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A.
PRAPERADILAN
1.
Pengertian
Praperadilan
Jika
diteliti istilah yang dipergunakan oleh KUHAP “Praperadilan” maka maksud dan
arti secara harfiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, berarti
sidang “praperadilan” sama dengan sebelum pemeriksaan sidang dipengadilan.[2] Atas
asar pengertian secara harfiah tersebut dapat diketahui bahwa praperadilan
belum menyangkut pemeriksaan pokok perkara.[3]
Praperadilan
juga merupakan hal yang baru dalam dunia peradilan Indonesia. Praperadilan
meupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan KUHAP, ditempatkan dalam
Bab X bagian kesatu sebagai ruang lingkup wewenang untuk mengadili bagi
pengadilan negeri. Ditinjau dari segi stuktur dan susunan peradilan,
praperadilan bukan lembaga peradilan yang beriri sendiri. Bukan pula sebagai
instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang member putusan akhir atas
suatu peristiwa pidana namun praperadilan merupakan devisi dari Pengadilan
negeri tersebut.[4]
Selanjutnya
mekanisme atau cara praperadilan dapat digunakan oleh tersangka atau terdakwa
untuk menguji sah-tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan yang telah
dilakukan. Selain itu, praperadilan pada dasarnya merupakan wewenang khusus
yang dimiliki pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus:
a) Sah
tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarga
atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b) Sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c) Permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarga atau pihak lain
atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan. (pasal 10 butir 1
KUHAP)[5]
2.
Tujuan
Praperadilan
Praperadilan merupakan barang baru
dalam kehidupan penegakan hukum Indonesia. Setiap hal baru, mempunyai misi dan
motivasi tertentu, tidak ada sesuatu yang diciptakan tanpa didorong oleh maksud
dan tujuan. Demikian pula halnya dengan pelembagaan praperadilan ada maksud dan
tujuan yang hendak ditegakkan yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi
tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penunututan.[6]
3.
Alasan untuk
Mengajukan Tuntutan Praperadilan
Tutntutan praperadilan berkaitan
dengan keabsahan tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan,
penghentian penuntutan, ganti kerugian, dan rehabilitasi. Berdsarkan pasal 1
butir 10 jo, pasal 79, pasal 80, dan pasal 81 KUHAP, alasan untuk mengajukan
tuntutan praperadilan adalah
a) Penangkapan
tidak sah
b) Penahanan
tidak sah
c) Sah
atau tidaknya penghentian penyidikan
d) Sah
atau tidaknya penghentian penuntutan
e) Tuntutan
ganti kerugian dan rehabilitasi[7]
4.
Pengajuan dan
Tata cara Pemeriksaan Praperadilan
Praperadilan merupakan satu
kesatuan dan merupakan bagian yang tidak apat terlepas dari pengadilan negeri.
Semua kegiatan dan tata laksana praperadilan tidak terlepas dari struktur dan
adminsistrasi yutisial pangadilan negeri. Segala sesuatu yang menyangkut
administrasi dan pelaksanaan tugas praperadilan, berada dibawah ruang lingkup
dan tata laksana ketua pengadilan negeri. Sehubungan dengan itu, pengajuan
permintaan pemeriksaan praperadilan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Permohonan
Ditujukan Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Semua permohonan hendak diajukan
untuk diperiksa oleh praperadilan ditunjukan kepada ketua pengadilan negeri
yang meliputi daerah hukum tempat dimana tempat penangkapan, penahanan, penggeledahan
atau penyitaan dilakukan. Permohonan tersebut diajukan oleh tersangka, keluarga
dan kuasa hukumnya.[8]
2) Permohonan
Deregister dalam Perkara Praperadilan
Setelah penerima permohonan,
deregister dalam perkara Praperadilan. Segala permohonan yang ditujukan ke
praperadilan, dipisahkan regristasinya dari perkara pidana biasa.
3) Ketua
Pengadilan Negeri Menunjuk Hakim dan Panitera
Penunjukan sesegera mungkin hakim
dan panitera yang akan memeriksa permohonan, merujuk pada ketentuan pasal 82
ayat (1) huruf a, yang menegaskan bahwa dalam waktu tiga hari setelah diterima
permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Agar yang dituntut
pasal tersebut dapat dilaksanakan secara tepat setelah pencatatan dalam
register, panitera memintakan kepada ketua pengadilan negeri untuk segera
menunjuk dan menetapkan hakim dan panitera yang akan bertindak memeriksa
permohonan.
4) Pemeriksaan
Dilakukan dengan Hakim Tunggal
Hakim yang duduk dalam pemeriksaan
sidang praperadilan adalah hakim tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada
praperadilan, diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. Hal ini ditegaskan
dalam pasal 78 ayat (2, yang berbunyi): praperadilan dipimpin oleh hakim
tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera
5) Tata
Cara Pemeriksaan Praperadilan
Mengenai tata cara pemeriksaan
sidangpraperadilan, daiatur dalam pasal 82 serta pasal berikutnya. Bertitik
tolak dari ketentuan yang dimaksud, pemeriksaan sidang praperadilan.[9] Dapat
dirinci sebagai berikut:
a) Penetapan
hari sidang 3 hari sesudah deregister.
Hal ini diatur dalam
Pasal 82 ayat(1) huruf a, yakni 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim
ditunjuk untuk menetapkan hari sidang. Perhitungan penetapan hari sidang bukan
dari tanggal penunjukan hakim oleh ketua pengadilan negeri, akan tetapi
dihitung sejak 3 hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan.
b) Pada
hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan.
Tata cara inilah yang
sebaiknya ditempuh, agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat seperti
yang ditegaskan dalam pasal 82 ayat (1) huruf c, yang memerintahkan pemeriksaan
praperadilan dilakukan dengan “acara cepat” dan selambat-lambatnya 7 hari hakim
menjatuhkan putusan. Kalau begitu, adalah bijaksana apabila saat penetapan hari
sidang, sekaligus disampaikan panggilan kepada pihak yakni pemohon dan pejabat
yang bersangkutan, yang menimbulkan terjadinya pemeriksaan praperadilan.
c) Selambat-lambatnya
7 hari putusan sudah dijatuhkan
Didalam pasal 82 ayat
(1) huruf c. pemeriksaan dilakukan dengan acara cepat dan selambat-lambatnya 7
hari hakim harus sudah menjatuhkan putusan. Namun yang menjadikan masalah
adalah ketentuan tersebut tidak dijelaskan sejak kapan putusan tersebut
dihitung. Dalam hal ini terdapat dua alternative yakni:
i.
Putusan dijatuhkan 7 hari setelah
penetapan hari sidang
ii.
Putusan dijatuhkan 7 hari dari tanggal
pencatatan
B.
Praperadilan
Sebagai Sarana untuk Mencari Keadilan Bagi Tersangka/ Terdakwa atas Kekeliruan
Penerapan Hukum dalam Proses Penangkapan dan Penahanan
Praperadilan sebagai sarana untuk
mencari keadilan bagi tersangka/ terdakwa atas kekeliruan penerapan hukum dalam
proses penangkapan dan penahanan. Dalam hal ini kami akan membahas mengenai
sidang praperadilan yang dihadapi oleh terdakwa Rafi Ahmad dengan kasus
penyalahgunaan Narkoba.
Kehadiran
Tersangaka Dalam Sidang Praperadilan
Jika ditinjau dari kedatangan pihak
pemohon yakni Raffi Ahmad tidak dapat dihadirkan dalam sidang praperadilan oleh
pihak termohon yakni BNN, dengan alasan keamanaan, dan menurut Partahi
Sihombing, kuasa hukum BNN, pihaknya tidak dapat menghadirkan Raffi karena
sedang menjalani rehabilitasi tahap primary. "Aturan mainnya, seseorang
yang mendapat rehabilitasi primary tidak boleh dibawa keluar". Padahal
hakim tunggal meminta untuk sekali-kali pihak pemohon dihadirkan dalam
persidangan namun hingga putusan praperadilan dijatuhkan Rafi tidak juga
dihadirkan. Dalam KUHAP pasal 82 ayat (1) huruf b dijelaskan:
“Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau
tidaknya penangkapan atau penahanan, yang sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan permintaan ganti kerugian dan atau Rehabilitasi
akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penyidikan atau
penuntutan dan benda yang disita yang termasuk alat pembuktian, hakim mendengar
keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat berwenang”
Jika
ditelaah maka dalam memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penyidikan, atau rehabilitasi maka pihak tersangka harus dihadirkan
agar sesuai dengan prinsip fair trial
(peradilan yang adil ) yang menjamin hak asasi manusia dalam kehidupannya.[10]
Walaupun
dengan tata cara yang sebaiknya ditempuh, agar dapat dipenuhi proses
pemeriksaan yang cepat seperti yang ditegaskan dalam pasal 82 ayat (1) huruf c,
yang memerintahkan pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan “acara cepat” dan
selambat-lambatnya 7 hari hakim menjatuhkan putusan. Dengan begitu dapat
dikatakan bijaksana apabila saat penetapan hari sidang, sekaligus disanmpaikan
panggilan kepada pihak yakni pemohon dan pejabat yang bersangkutan, yang
menimbulkan terjadinya pemeriksaan praperadilan.
Menurut
pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir, terdapat dua
alternatif yang dijalankan dalam sidang praperadilan, tersangka bisa dihadirkan
di hadapan hakim atau boleh tidak dihadirkan di persidangan. "Tergantung
situasinya saja,"[11]
Padahal
dalam persidangan sangat menentukan bahwa suatu pengkapan dan penahan itu sah
atau tidak dan harusnya bersifat obyektif.
Penetapan Putusan Sidang
Praperadilan
Selanjutnya
yakni mengenai kapan dijatuhkannya putusan mengenai sidang praperadilan
tersebut. Dalam putusan yang dilaknakan dalam persidangan praperadilan yang
dijalani Rafi Ahmad terdapat dua spekulasi pengajuan praperadilan pasal 82 ayat
(1) huruf c, yang memerintahkan pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan
“acara cepat” dan selambat-lambatnya 7 hari hakim menjatuhkan putusan:
1) Pertama
jika putusan tersebut dihitung berdasar dari tanggal penetapan sidang. Penetapan
sidang praperadilan Raffi Ahmad pada hari ini Selasa, 5 Maret 2013 jadi menurut
spekulasi pertama sidang praperadilan akan diputuskan tanggal 11 Maret 2013.
2) Kedua
jika putusan tersebut dihitung dari tanggal pencatatatan pengajuan
praperadilan. Pengajuan praperadilan kasus Rafi Ahmad diajukan pada Senin, 25
Februari 2013, jadi menurut spekulasi kedua putusan praperadilan Rafi Ahmad
diputuskan tanggal 3 Maret 2013.
Jika kita cermati lebih lanjut maka dalam kasus ini
terjadi kejanggalan karena penetapan putusan Rafi Ahmad diputuskan pada tanggal
14 Maret 2013. Berdasarkan penelitian yang relevan menunjukan bahwa berdasarkan
penelitian dilihat dari proses dan kenyataan ternyata berbeda dengan teori dan
masih menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sangat sulit ketika hakim harus memenuhi pelaksanaan peradilan maksimal 7
hari harus menjatuhkan putusan.[12]
BABIII
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat diperoleh kesimpulan, sebagai berikut:
Praperadilan
selama ini dianggap sebagai lembaga yang mempunyai wewenang khusus oleh KUHAP,
yang dianggap mampu untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak para pencari
keadilan demi mewujudkan prinsip fair
trial, ternyata belum mampu untuk dijadikan sebagai sarana untuk mencari
keadilan karena :
·
Dalam suatu perkara Praperadilan jika
tersangka/terdakwa berhak hadir dalam persidangan namun jika terganjal oleh
suatu hal maka boleh diwakilkan kepada kuasa hukumnya.
·
Dalam
perkara praperadilan Pasal 82 ayat (1) huruf c yang berbunyi:
“Pemeriksaan
tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim sudah
harus menjatuhkan putusannya” pada pasal tersebut
tidak dijelaskan secara pasti penetapan tujuh hari tersebut dihitung sehingga
menyebabkan multitafsir pada hakim dalam pelaksanaannya. Dan dalam pelaksanaannya
tidak mungkin dalam tujuh hari selesai. Dari pasal tersebut terdapat dua
kemungkinan penjatuhan putusan dijatuhkan dihitung sejak penetapan hari sidang
dan sejak pencatatan pengajuan sidang.
REKOMENDASI
Dari
kesimpulan tersebut dapat diperoleh rekomendasi sebagai berikut:
·
Kepada pembuat UU diharapkan
mempertimbangkan mengenai keberadaan Pasal 82 ayat (1) huruf c pada pasal
tersebut hendaknya dijelaskan secara pasti penetapan putusan praperadilan
tersebut dihiting sejak kapan sehingga tidak menyebabkan multitafsir pada hakim
dalam pelaksanaannya.
ü Kepada
penegak hukum diharapkan dapat melaksanakan tugasnya hingga dapat memberikan
keadilan bagi pencari keadilan. Praperadilan juga dapat digunakan apabila
terdapat kekeliruan oleh aparat penegak hukum.
ü Kepada
pencari keadilan diharapkan dapat memenfaatkan haknya sebagai warga Negara yang
sama dihadapan hukum, apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum supaya hukum dapat ditegakkan tidak hanya pada masyarakat tetapi
kepada para penegak hukum yang melakukan penyimpangan terhadap tugas dan
kewajibanya sebagai pengayom masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustinus Edy K
dan A. Patra M. Zen. 2009.Panduan Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia
Anonim. 2005.
KUHAP dan KUHP. Jakarta: Sinar Grafika
Barda Nawawi
Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: PT. Citra Adya Bakti
Drs. Nico Ngani,
S.H dkk. 1985. Mengenal Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Liberty
Darwan Prinst.
1998. Hukum Acara Pidana dalam Praktek. Jakarta: Djambatan
Harahap M. Yahya
S.H. 2003. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika
Prof. Dr. Andi
Hamzah, S.H. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Wisnubroto Al.
2009. Teknis Persidangan Pidana. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Jurnal dan Skripsi
Dinar Jati
Nugraheni. 2007. Efektifitas Praperadilan Sebagai Upaya Mencari Keadilan Bagi
Tersangka/Terdakwa Atas Kekeliruan Penerapan Hukum Dalam Penangkapan Penahanan
Terhadap Tersangka/Terdakwa. Surakarta: Skripsi Fakultas Hukum UNS
Simarmata
Berlian. 2010. Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan Dalam Perkara Pidana.
Surakarta: Yutisa Hukum Fakultas Hukum UNS
Internet
anonim. 2013.
Kronologi penangkapan Rafi ahmad. http://Begini_Kronologi_Penggerebekan_Raffi_Ahmad-Cs_metro_Tempo.co.htm
Diakses pada: 19
Maret 2013
Anonim. 2013.
Pemeriksaan BNN. http://hot.detik.com/read/2013/02/02/153125/215931/230/rafi-ahmad-masih-ditahan-6tersangka-lainya-direhabilitasi.
Diakses pada: 19 Maret 2013
Anonim. 2013.
Sidang Praperadilan Pertama Rafi. http://www.tempo.co/read/news/2013/03/05/064465116/Kasus-Raffi-Ahmad-Hari-Ini-Sidang-Praperadilan.
Diakses pada: 19 Maret 2013
Anonim. 2013.
Sidang praperadilan kedua. http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=31426&Itemid=5.
Diakses pada: 19 Maret 2013
Anonim. 2013.
Sidang Praperadilan Ketiga. Rafi. http://life.viva.co.id/news/read/395937-mengapa-raffi-tak-dihadirkan-dalam-sidang-.
Diakses pada: 19 Maret 2013
Anonim. 2013.
Sidang Lanjutan Rafi Ahmad. http://news.detik.com/read/2013/03/09/094157/2190194/10/praperadilan-raffi-tersangka-tak-harus-hadir-di-persidangan.
Diakses pada: 19 Maret 2013
Anonim. 2013.
Sidang Putusan Rafi Ahmad. http://m.antaranews.com/berita/363245/praperadilan-rafi-ditolak.
Diakses pada: 19 Maret 2013
[1]
Taufik Basri. Panduan
Bantuan Hukum Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Halaman 324
[2]
Darwan Prinst. 1998. Hukum
Acara Pidana dalam Praktek. Djambatan halaman 30
[3]
Prof. Dr.
Andi Hamzah, S.H. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Halaman 183
[4]
M. Yahya H. Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Halaman1
[5]
Op. It. Halaman 341
[6]
Op. It. Halaman 3
[7]
B Simarmata. Peninjauan
Kembali Putusan Praperadilan Dalam Perkara Pidana. Yutisa Hukum FH UNS. Halaman
117-118
[8]
Drs. Nico Ngani, S.H dkk.
Mengenal Hukum Acara Pidana. Liberty. Halaman 5
[9]
Op. it. Halaman 13
[10]
Op.it. halaman 324
[11] Muzakir. Sidang praperadilan
terdakwa tak harus hadir. http://detik.com
[12]
Dinar J N. evektifitas
praperadilan sebagai upaya mencari keadilan bagi terdakwa atas kekeliruan dalam
penangkapan dan penahanan. FH UNS. Halaman 61-62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar