Minggu, 28 April 2013

PRAPERADILAN SEBAGAI SARANA UNTUK MENCARI KEADILAN BAGI TERSANGKA/ TERDAKWA ATAS KEKELIRUAN PENERAPAN HUKUM DALAM PROSES PENANGKAPAN DAN PENAHANAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hukum merupakan hal yang erat kaitanya dengan keadilan yang menjamin hak asasi setiap individu dalam kehidupannya. Dalam hak asasi manusia hukum adalah hak untuk mendapatkan proses peradilan yang adil (fair trial). Dengan demikian, Jika proses hukum pidana tidak menjamin dan melindungi hak asasi individu maka telah terjadi tindakan sewenang-wenang yang berpengaruh pada penegakan hukum itu sendiri. Demikian juga dalam proses persidangan yang mengabaikan prinsip fair trial maka hal tersebut akan merusak tegaknya suatu keadilan. Prinsip fair trial dalam proses hukum pidana diatur dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), UUD 1945, KUHP, dan perundang-undangan lainya yang relevan.[1]

Dalam mewujudkan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materiil atau keadilan dengan jujur dan tepat mencari pelaku dari dari suatu tindak pidana dan menjaga agar orang yang tidak bersalah tidak dijatuhi hukuman maka tercipta suatu lembaga yang disebut dengan “lembaga praperadilan” yang merupakan lembaga untuk mewujudkan suatu hukum yang adil sesuai prinsip fair trial.

Lembaga ini juga dapat dikatakan sebagai lembaga pengawas atas adanya kesalahan yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum dalam penerapan hukum atas suatu tindak pidana. Bagi tersangka lembaga ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mencari keadilan maka suatu keputusan praperadilan sangat penting untuk menentukan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang tidak semata-mata melihat pada kesalahan tersangka.

Erat kaitanya dengan hal tersebut penulis akan mencoba menganalisa proses pidana yang berkaitan dengan Sidang Praperadilan Raffi Ahmad yang diduga menggunakan obat-obatan terlarang. Berikut kami paparkan sedikit mengenai proses pidana yang dijalani oleh Raffi Ahmad:

Kasus Hukum
Kasus hukum pidana Penyalahgunaan Narkotika oleh Rafi Ahmad. Raffi dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111 ayat 1, Pasal 132, Pasal 133 juncto Pasal 127 dengan ancaman hukuman 4-12 tahun penjara. Raffi disangka menguasai 14 butir narkotik jenis Methylone dan dua linting ganja. Berikut kami uraikan sedikit mengenai kronologi penangkapan Rafi Ahmad:

Artis Raffi Ahmad ditangkap di rumahnya di Jalan Gunung Balong Kavling VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Bersama beberapa artis lainnya, dia diduga menggunakan narkoba. Begini kronologi penangkapan Rafi, seperti yang dituturkan dua orang pembantunya, pada Ahad, 27 Januari 2013.

Pukul 01.00 WIB dinihari.
Pembantu tersebut mengatakan Raffi pulang bersama beberapa kawannya. "Mas Raffi memang biasa pulang jam segitu," kata pembantu lelaki laki-laki yang enggan disebut namanya. "Tapi kalau kumpul jarang." Selanjutnya pembantu tadi tidak tahu apa yang terjadi. Raffi dan kawan-kawannya berkumpul di ruang tamu lantai satu.

 Pukul 05.30 WIB.
Salah seorang pembantu lainnya, Denia, mengaku turun dari kamarnya di lantai dua. Dia bermaksud mematikan lampu. Setelah itu terdengar ketukan di pintu rumah. "Saya buka pintu dan kaget ada 15-an orang berbadan tegap mengaku polisi," ujarnya.

Denia mengaku takut dan langsung lari ke atas membangunkan suaminya. Polisi meneriakinya agar tidak lari. Sesaat Denia dan suaminya turun beserta pembantu lainnya. "Suami saya tanya ada keperluan apa, tapi malah dimarahin, disuruh naik lantai dua dan menyerahkan semua telepon," katanya. Dia mengaku ketakutan. Selanjutnya yang dia tahu polisi menuju ruang tamu. Di sana Raffi dan kawan-kawannya tertidur.
Pukul 06.30 WIB.
Polisi-polisi tadi keluar menggiring Raffi, Wanda Hamidah, Zaskia, dan Irwansyah beserta belasan orang lainnya keluar. Mereka langsung membawa Raffi dan lainnya ke BNN.
Salah seorang warga yang melihat kejadian ini mengaku kaget. "Ada enam mobil dan yang bawa Raffi tegap-tegap," kata warga sekitar kompleks perumahan Raffi ini. Dari penangkapan tersebut ditemukan beberapa bukti yakni beberapa butir pil yang berisi zat baru turunan dari narkoba, dan dua linting ganja.

Rafi kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh badan narkotika nasional iapun ditahan 20 hari terhitung sejak 1 Februari 2013. Pada hari berikutnya kemudian Raffi diperiksa oleh pihak BNN. Setelah pemeriksaan tersebut Rafi dimasukan kedalam lembaga rehabilitasi narkoba.
Pihak Yang Terkait Sidang Praperadilan
Pihak pemohon: Rafi Ahmad
Pihak termohon: BNN

Pengajuan praperadilan
Pada Senin, 25 Februari lalu, tim kuasa hukum Raffi Ahmad resmi mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Timur. Pengajuan Praperadilan terkait keberatannya terhadap penangkapan Raffi Ahmad, yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional. Mereka menduga ada proses penangkapan yang tidak sesuai hukum. Mereka juga mempermasalahkan serangkaian proses yang dilakukan penyidik BNN tekait penahanan, penangkapan dan pembantaran kepada Raffi.
                                                                                                                        


Sidang Praperadilan Pertama Raffi Ahmad
Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan mengelar sidang praperadilan Raffi Ahmad pada hari ini Selasa, 5 Maret 2013. Juru bicara PN Jakarta Timur, Jatniko Girsang mengatakan sidang akan dimulai pukul 09.00 pagi, dengan agenda pembacaan gugatan yang diajukan oleh tim Raffi. "Dijadwal jam 09.00 tapi tergantung keadaan, bisa tepat waktu atau mundur," kata dia, Senin 5 Maret 2013. Jatniko tidak bisa memastikan apakah Raffi akan menghadiri sidang praperadilan perdana ini. Menurutnya, hal itu tergantung oleh Hakim Ketua yang memimpin sidang prapradilan Raffi. "(Raffi) bisa hadir atau tidak, nanti hakim yang memutuskan perlu atau tidak dia dihadirkan. Tapi kalau dia tidak hadir kan ada kuasa hukumnya," ujarnya.

Sidang Praperadilan Kedua Raffi Ahmad
Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang praperadilan kedua Rafi Ahmad pada hari Rabu 5 Maret 2013, namun Rafi kembali tidak dihadirkan di persidangan dengan alasan keamanan. Pengacara Rafi mempersoalkan penangkapan klientnya oleh BNN karena tidak ada aturan yang dilanggar dan dinilai tidak sah.
Sidang Praperadilan Ketiga Raffi Ahmad
Hari ketiga persidangan praperadilan kasus Raffi Ahmad, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 7 Maret 2013, Badan Narkotika Nasional (BNN) belum juga menghadirkan artis tersebut. Padahal, Ketua Majelis Hakim Sigit Sutriono sudah meminta Raffi dihadirkan meski hanya sekali.  Hal itu lagi-lagi menjadi perdebatan di awal sidang. Namun, tak sampai memanas seperti hari sebelumnya. Menurut Partahi Sihombing, kuasa hukum BNN, pihaknya tidak dapat menghadirkan Raffi karena sedang menjalani rehabilitasi tahap primary. "Aturan mainnya, seseorang yang mendapat rehabilitasi primary tidak boleh dibawa keluar," tuturnya usai sidang. Ia melanjutkan, rehabilitasi tahap itu merupakan yang terpenting. Seperti bersekolah, Raffi tak boleh membolos. "Gimana mau sembuh kalau tahap rehab dibawa ke sana kemari," kata dia. Dalam persidangan seharusnya tidak berbicara keinginan menghadirkan, melainkan berpatok pada peraturan yang berlaku. BNN sendiri merehab Raffi karena tak ingin terperosok lebih dalam. Partahi meminta masyarakat tidak menilainya sebagai balas dendam, melainkan bertujuan memberi peluang Raffi untuk lebih baik. Lagipula, lanjutnya, rehabilitasi itu pernah menjadi permintaan salah satu keluargaa Raffi, Mansyur Ahmad. Itu dibuktikan dalam surat tertanggal 31 Januari 2013. "Penandatanganan surat permintaan itu di depan ibunya Raffi, di lantai 5 Gedung BNN," tambahnya. Sebelumnya, Hotma Sitompul kuasa hukum Raffi, dan Amy Qanita ibunda Raffi sendiri, sudah membantah keterangan itu.

Sidang Praperadilan Lanjutan
Sidang praperadilan Raffi Ahmad kembali digelar pada Senin (11/3/2013) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Di sidang kali ini, pihak BNN menghadirkan saksi, yaitu penyidik yang ikut menggerebek rumah Rafi. Dalam sidang, saksi yang bernama Agus itu mengungkapkan dirinya dan beberapa rekannya langsung memeriksa handphone milik Raffi dan orang-orang yang ada di rumah itu. Ia pun menemukan percakapan Raffi dengan salah satu temannya berinisial R lewat BlackBerry Messenger (BBM). "Pada saat penggerebekan itu dikumpulkan, hp mereka diperiksa, kita lakukan penggeledahan. Hp milik Raffi Ahmad kita buka secara manual, memang di situ ada yang mengatakan Raffi menggunakan MDMA," ujar Agus. Agus mengatakan, BBM itu menunjukkan kalau Raffi minta tolong kepada R agar diracikan MDMA. "Di transkrip handphone itu Raffi bilang ‘kita MDMA-an malam ini’. ‘Racikan buat saya, lima orang’. ‘MDMA-nya masih banyak kan bro?" jelas Agus. Saat itu, Agus juga sempat bertanya kepada Raffi soal lima orang yang dimaksud dalam BBM itu. "Lima orang yang mau minta diracik itu yang pertama Raffi, MA, WH, W, SG," tuturnya.
Saksi bernama Agus yang merupakan penyidik BNN membeberkan percakapan BlackBerry Messenger (BBM) Raffi Ahmad sebelum penangkapan. Dalam BBM itu, Raffi meminta seorang temannya berinsial R untuk meracikkan MDMA. Lantas bagaimana tanggapan pihak Raffi?
Pengacara Raffi, Hotma Sitompoel terkesan enggan menanggapi. Bahkan Hotma sedikit menuding kesaksian penyidik BNN itu seolah mengada-ada. "Tanyakan dong sama mereka. Dia cuma mengatakan ada kata-kata racikkan, apa yang diracik? Siapa yang minta? Apa yang diracik? Kalau dibilang MDMA mana ada, itu omongan-omongan mereka aja," tudingnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (11/3/2013). Tim kuasa hukum Raffi juga masih ngotot penangkapan Raffi Ahmad tidak sesuai prosedur karena menurut mereka tidak ditemukan barang bukti yang kuat. Mereka pun optimis Raffi bisa bebas pada sidang putusan gugatan praperadilan yang akan digelar Kamis (14/3/2013) mendatang. "Di kesimpulan, kita sampaikan bahwa penangkapan ini tidak cukup bukti. Kita mohon hakim praperadilan menyatakan penangkapan tidak sah," tambah pengacara Raffi lainnya, Sahat Tua Situngkir. "Kita optimis bahwa berdasar data-data, bukti-bukti yang ada tidak cukup bukti untuk menangkap, menahan dan merehab. Apa buktinya? Buat kita yang penting udah terbuka kepada masyarakat, terjadi kejanggalan-kejanggalan dalam proses penahanan Raffi," nilai Hotma menimpali.

Pihak pemohon (Raffi Ahmad) memberikan kesimpulannya pada sidang lanjutan pra peradilan yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Kesimpulan yang berjumlah 25 halaman ini diberi judul ‘Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga’. "Maka kami kuasa hukum pemohon menyampaikan kesimpulan yang kami beri judul: ‘Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga’," ujarnya dalam pembaca kesimpulan di PN jakarta Timur, Senin (11/3). Lebih lanjut pemohon membacakan permohonannya terkait kasus ini. Adapun permohonan adalah sebagai berikut:
ü  Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
ü  Menyatakan perbuatan termohon yang telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan tanggal 27 Januari 2013 yang diperpanjang Surat Perintah Perpanjangan Penangkapan tanggal 30 Januari 2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
ü  Menyatakan perbuatan termohon yang menerbitkan Surat Perintah Penahanan tanggal 1 Februari 2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
ü  Menyatakan perbuatan termohon yang menerbitkan Surat Perintah Pembantaran Penahanan tanggal 18 Februari 2013 adalah tidak sah secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
ü  Membatalkan surat-surat yang diterbitkan oleh termohon yaitu Surat Perintah Penangkapan tanggal 30 Januari, Surat Perintah Penahanan tanggal 1 Februari,  Surat Perintah Pembantaran Penahan tanggal 18 Februari 2013.
ü  Memerintahkan termohon untuk segera membebaskan pemohon dari penahanan dan pembantaran di UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN di Lido segera setelah putusan praperadilan ini dibacakan.
ü  Memerintahkan termohon agar tunduk dan patuh terhadap isi putusan ini.
ü  Menetapkan dan membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.
Hingga kini Raffi masih ditahan di BNN atas kasus Narkoba yang menimpanya. Ketidakhadiran Raffi dalam sidang praperadilan sempat membuat pengacara Raffi, Hotma Sitompul melayangkan protes kepada pihak pengadilan.
Sidang Putusan praperadilan Rafi Ahmad
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta timur menolak praperadilan yang diajukan Rafi Ahmad selaku pemohon kepada BNN sebagai termohon “memutuskan menolak praperadilan yang diajukan pemohon” kata majelis hakim Sigit Sutrisno dalam persidangan dipengadilan negeri jakrta timur. Dia juga mengatakan penahanan yang dilakukan kepada Rafi Ahmad merupakan tindakan yang sah dan sudah sesuai dengan undang-undang. Rafi ditahan bukan dalam kapasitasnya dalam sangkaan pasal 127 ayat 1 UU No. 35 tahun 2009 akan tetapi dengan pertimbangan pasal 111 ayat 1 an 112 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009, maka berdasarkan hal tersebut BNN berhak menahan yang bersangkutan. Dalam persidangan praperadilan dengan agenda pembacaan putusan rafi masih ditahan oleh BNN.

Dari kasus yang telah dipaparkan diatas penulis mencoba untuk menganalisa kasus tesebut dengan makalah yang berjudul “Praperadilan Sebagai Sarana Untuk Mencari Keadilan Bagi Tersangka/ Terdakwa Atas Kekeliruan Penerapan Hukum Dalam Proses Penangkapan Dan Penahanan”.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas diperoleh rumusan sebagai berikut:
  1. Apakah dalam sidang praperadilan terdakwa harus dihadirkan?
  2. Berapa lama jangka waktu putusan sidang praperadilan?

C.    TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
  1. Untuk mengetahui apakah dalam sidang praperadilan terdakwa harus dihadirkan.
  2. Untuk mengetahui berapa jangka waktu putusan sidang praperadilan.













BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A.    PRAPERADILAN
1.      Pengertian Praperadilan
Jika diteliti istilah yang dipergunakan oleh KUHAP “Praperadilan” maka maksud dan arti secara harfiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, berarti sidang “praperadilan” sama dengan sebelum pemeriksaan sidang dipengadilan.[2] Atas asar pengertian secara harfiah tersebut dapat diketahui bahwa praperadilan belum menyangkut pemeriksaan pokok perkara.[3]

Praperadilan juga merupakan hal yang baru dalam dunia peradilan Indonesia. Praperadilan meupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan KUHAP, ditempatkan dalam Bab X bagian kesatu sebagai ruang lingkup wewenang untuk mengadili bagi pengadilan negeri. Ditinjau dari segi stuktur dan susunan peradilan, praperadilan bukan lembaga peradilan yang beriri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang member putusan akhir atas suatu peristiwa pidana namun praperadilan merupakan devisi dari Pengadilan negeri tersebut.[4]

Selanjutnya mekanisme atau cara praperadilan dapat digunakan oleh tersangka atau terdakwa untuk menguji sah-tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan yang telah dilakukan. Selain itu, praperadilan pada dasarnya merupakan wewenang khusus yang dimiliki pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus:
a)      Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b)      Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c)      Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan. (pasal 10 butir 1 KUHAP)[5]

2.      Tujuan Praperadilan
Praperadilan merupakan barang baru dalam kehidupan penegakan hukum Indonesia. Setiap hal baru, mempunyai misi dan motivasi tertentu, tidak ada sesuatu yang diciptakan tanpa didorong oleh maksud dan tujuan. Demikian pula halnya dengan pelembagaan praperadilan ada maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penunututan.[6]

3.      Alasan untuk Mengajukan Tuntutan Praperadilan
Tutntutan praperadilan berkaitan dengan keabsahan tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, ganti kerugian, dan rehabilitasi. Berdsarkan pasal 1 butir 10 jo, pasal 79, pasal 80, dan pasal 81 KUHAP, alasan untuk mengajukan tuntutan praperadilan adalah
a)      Penangkapan tidak sah
b)      Penahanan tidak sah
c)      Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
d)     Sah atau tidaknya penghentian penuntutan
e)      Tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi[7]

4.      Pengajuan dan Tata cara Pemeriksaan Praperadilan
Praperadilan merupakan satu kesatuan dan merupakan bagian yang tidak apat terlepas dari pengadilan negeri. Semua kegiatan dan tata laksana praperadilan tidak terlepas dari struktur dan adminsistrasi yutisial pangadilan negeri. Segala sesuatu yang menyangkut administrasi dan pelaksanaan tugas praperadilan, berada dibawah ruang lingkup dan tata laksana ketua pengadilan negeri. Sehubungan dengan itu, pengajuan permintaan pemeriksaan praperadilan dapat diuraikan sebagai berikut:
1)      Permohonan Ditujukan Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Semua permohonan hendak diajukan untuk diperiksa oleh praperadilan ditunjukan kepada ketua pengadilan negeri yang meliputi daerah hukum tempat dimana tempat penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan dilakukan. Permohonan tersebut diajukan oleh tersangka, keluarga dan kuasa hukumnya.[8]
2)      Permohonan Deregister dalam Perkara Praperadilan
Setelah penerima permohonan, deregister dalam perkara Praperadilan. Segala permohonan yang ditujukan ke praperadilan, dipisahkan regristasinya dari perkara pidana biasa.
3)      Ketua Pengadilan Negeri Menunjuk Hakim dan Panitera
Penunjukan sesegera mungkin hakim dan panitera yang akan memeriksa permohonan, merujuk pada ketentuan pasal 82 ayat (1) huruf a, yang menegaskan bahwa dalam waktu tiga hari setelah diterima permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Agar yang dituntut pasal tersebut dapat dilaksanakan secara tepat setelah pencatatan dalam register, panitera memintakan kepada ketua pengadilan negeri untuk segera menunjuk dan menetapkan hakim dan panitera yang akan bertindak memeriksa permohonan.
4)      Pemeriksaan Dilakukan dengan Hakim Tunggal
Hakim yang duduk dalam pemeriksaan sidang praperadilan adalah hakim tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada praperadilan, diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. Hal ini ditegaskan dalam pasal 78 ayat (2, yang berbunyi): praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera
5)      Tata Cara Pemeriksaan Praperadilan
Mengenai tata cara pemeriksaan sidangpraperadilan, daiatur dalam pasal 82 serta pasal berikutnya. Bertitik tolak dari ketentuan yang dimaksud, pemeriksaan sidang praperadilan.[9] Dapat dirinci sebagai berikut:

a)      Penetapan hari sidang 3 hari sesudah deregister.
Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat(1) huruf a, yakni 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim ditunjuk untuk menetapkan hari sidang. Perhitungan penetapan hari sidang bukan dari tanggal penunjukan hakim oleh ketua pengadilan negeri, akan tetapi dihitung sejak 3 hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan.
b)      Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan.
Tata cara inilah yang sebaiknya ditempuh, agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat seperti yang ditegaskan dalam pasal 82 ayat (1) huruf c, yang memerintahkan pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan “acara cepat” dan selambat-lambatnya 7 hari hakim menjatuhkan putusan. Kalau begitu, adalah bijaksana apabila saat penetapan hari sidang, sekaligus disampaikan panggilan kepada pihak yakni pemohon dan pejabat yang bersangkutan, yang menimbulkan terjadinya pemeriksaan praperadilan.
c)      Selambat-lambatnya 7 hari putusan sudah dijatuhkan
Didalam pasal 82 ayat (1) huruf c. pemeriksaan dilakukan dengan acara cepat dan selambat-lambatnya 7 hari hakim harus sudah menjatuhkan putusan. Namun yang menjadikan masalah adalah ketentuan tersebut tidak dijelaskan sejak kapan putusan tersebut dihitung. Dalam hal ini terdapat dua alternative yakni:
                                                                           i.            Putusan dijatuhkan 7 hari setelah penetapan hari sidang
                                                                         ii.            Putusan dijatuhkan 7 hari dari tanggal pencatatan

B.     Praperadilan Sebagai Sarana untuk Mencari Keadilan Bagi Tersangka/ Terdakwa atas Kekeliruan Penerapan Hukum dalam Proses Penangkapan dan Penahanan
Praperadilan sebagai sarana untuk mencari keadilan bagi tersangka/ terdakwa atas kekeliruan penerapan hukum dalam proses penangkapan dan penahanan. Dalam hal ini kami akan membahas mengenai sidang praperadilan yang dihadapi oleh terdakwa Rafi Ahmad dengan kasus penyalahgunaan Narkoba.

Kehadiran Tersangaka Dalam Sidang Praperadilan
Jika ditinjau dari kedatangan pihak pemohon yakni Raffi Ahmad tidak dapat dihadirkan dalam sidang praperadilan oleh pihak termohon yakni BNN, dengan alasan keamanaan, dan menurut Partahi Sihombing, kuasa hukum BNN, pihaknya tidak dapat menghadirkan Raffi karena sedang menjalani rehabilitasi tahap primary. "Aturan mainnya, seseorang yang mendapat rehabilitasi primary tidak boleh dibawa keluar". Padahal hakim tunggal meminta untuk sekali-kali pihak pemohon dihadirkan dalam persidangan namun hingga putusan praperadilan dijatuhkan Rafi tidak juga dihadirkan. Dalam KUHAP pasal 82 ayat (1) huruf b dijelaskan:
Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, yang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan permintaan ganti kerugian dan atau Rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penyidikan atau penuntutan dan benda yang disita yang termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat berwenang
Jika ditelaah maka dalam memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan, atau rehabilitasi maka pihak tersangka harus dihadirkan agar sesuai dengan prinsip fair trial (peradilan yang adil ) yang menjamin hak asasi manusia dalam kehidupannya.[10]
Walaupun dengan tata cara yang sebaiknya ditempuh, agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat seperti yang ditegaskan dalam pasal 82 ayat (1) huruf c, yang memerintahkan pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan “acara cepat” dan selambat-lambatnya 7 hari hakim menjatuhkan putusan. Dengan begitu dapat dikatakan bijaksana apabila saat penetapan hari sidang, sekaligus disanmpaikan panggilan kepada pihak yakni pemohon dan pejabat yang bersangkutan, yang menimbulkan terjadinya pemeriksaan praperadilan.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir, terdapat dua alternatif yang dijalankan dalam sidang praperadilan, tersangka bisa dihadirkan di hadapan hakim atau boleh tidak dihadirkan di persidangan. "Tergantung situasinya saja,"[11]
Padahal dalam persidangan sangat menentukan bahwa suatu pengkapan dan penahan itu sah atau tidak dan harusnya bersifat obyektif.

Penetapan Putusan Sidang Praperadilan
Selanjutnya yakni mengenai kapan dijatuhkannya putusan mengenai sidang praperadilan tersebut. Dalam putusan yang dilaknakan dalam persidangan praperadilan yang dijalani Rafi Ahmad terdapat dua spekulasi pengajuan praperadilan pasal 82 ayat (1) huruf c, yang memerintahkan pemeriksaan praperadilan dilakukan dengan “acara cepat” dan selambat-lambatnya 7 hari hakim menjatuhkan putusan:
1)      Pertama jika putusan tersebut dihitung berdasar dari tanggal penetapan sidang. Penetapan sidang praperadilan Raffi Ahmad pada hari ini Selasa, 5 Maret 2013 jadi menurut spekulasi pertama sidang praperadilan akan diputuskan tanggal 11 Maret 2013.
2)      Kedua jika putusan tersebut dihitung dari tanggal pencatatatan pengajuan praperadilan. Pengajuan praperadilan kasus Rafi Ahmad diajukan pada Senin, 25 Februari 2013, jadi menurut spekulasi kedua putusan praperadilan Rafi Ahmad diputuskan tanggal 3 Maret 2013.
Jika kita cermati lebih lanjut maka dalam kasus ini terjadi kejanggalan karena penetapan putusan Rafi Ahmad diputuskan pada tanggal 14 Maret 2013. Berdasarkan penelitian yang relevan menunjukan bahwa berdasarkan penelitian dilihat dari proses dan kenyataan ternyata berbeda dengan teori dan masih menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sangat sulit ketika hakim harus memenuhi pelaksanaan peradilan maksimal 7 hari harus menjatuhkan putusan.[12]


















BABIII
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diperoleh kesimpulan, sebagai berikut:
Praperadilan selama ini dianggap sebagai lembaga yang mempunyai wewenang khusus oleh KUHAP, yang dianggap mampu untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak para pencari keadilan demi mewujudkan prinsip fair trial, ternyata belum mampu untuk dijadikan sebagai sarana untuk mencari keadilan karena :
·         Dalam suatu perkara Praperadilan jika tersangka/terdakwa berhak hadir dalam persidangan namun jika terganjal oleh suatu hal maka boleh diwakilkan kepada kuasa hukumnya.
·          Dalam perkara praperadilan Pasal 82 ayat (1) huruf c yang berbunyi:
“Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya” pada pasal tersebut tidak dijelaskan secara pasti penetapan tujuh hari tersebut dihitung sehingga menyebabkan multitafsir pada hakim dalam pelaksanaannya. Dan dalam pelaksanaannya tidak mungkin dalam tujuh hari selesai. Dari pasal tersebut terdapat dua kemungkinan penjatuhan putusan dijatuhkan dihitung sejak penetapan hari sidang dan sejak pencatatan pengajuan sidang.

REKOMENDASI
Dari kesimpulan tersebut dapat diperoleh rekomendasi sebagai berikut:
·         Kepada pembuat UU diharapkan mempertimbangkan mengenai keberadaan Pasal 82 ayat (1) huruf c pada pasal tersebut hendaknya dijelaskan secara pasti penetapan putusan praperadilan tersebut dihiting sejak kapan sehingga tidak menyebabkan multitafsir pada hakim dalam pelaksanaannya.
ü  Kepada penegak hukum diharapkan dapat melaksanakan tugasnya hingga dapat memberikan keadilan bagi pencari keadilan. Praperadilan juga dapat digunakan apabila terdapat kekeliruan oleh aparat penegak hukum.
ü  Kepada pencari keadilan diharapkan dapat memenfaatkan haknya sebagai warga Negara yang sama dihadapan hukum, apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum supaya hukum dapat ditegakkan tidak hanya pada masyarakat tetapi kepada para penegak hukum yang melakukan penyimpangan terhadap tugas dan kewajibanya sebagai pengayom masyarakat.






















DAFTAR PUSTAKA

Buku
Agustinus Edy K dan A. Patra M. Zen. 2009.Panduan Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia

Anonim. 2005. KUHAP dan KUHP. Jakarta: Sinar Grafika

Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: PT. Citra Adya Bakti

Drs. Nico Ngani, S.H dkk. 1985. Mengenal Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Liberty

Darwan Prinst. 1998. Hukum Acara Pidana dalam Praktek. Jakarta: Djambatan

Harahap M. Yahya S.H. 2003. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika

Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Wisnubroto Al. 2009. Teknis Persidangan Pidana. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Jurnal dan Skripsi
Dinar Jati Nugraheni. 2007. Efektifitas Praperadilan Sebagai Upaya Mencari Keadilan Bagi Tersangka/Terdakwa Atas Kekeliruan Penerapan Hukum Dalam Penangkapan Penahanan Terhadap Tersangka/Terdakwa. Surakarta: Skripsi Fakultas Hukum UNS

Simarmata Berlian. 2010. Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan Dalam Perkara Pidana. Surakarta: Yutisa Hukum Fakultas Hukum UNS

Internet
anonim. 2013. Kronologi penangkapan Rafi ahmad. http://Begini_Kronologi_Penggerebekan_Raffi_Ahmad-Cs_metro_Tempo.co.htm
Diakses pada: 19 Maret 2013

Anonim. 2013. Sidang Praperadilan Pertama Rafi. http://www.tempo.co/read/news/2013/03/05/064465116/Kasus-Raffi-Ahmad-Hari-Ini-Sidang-Praperadilan. Diakses pada: 19 Maret 2013

Anonim. 2013. Sidang praperadilan kedua. http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=31426&Itemid=5. Diakses pada: 19 Maret 2013

Anonim. 2013. Sidang Praperadilan Ketiga. Rafi. http://life.viva.co.id/news/read/395937-mengapa-raffi-tak-dihadirkan-dalam-sidang-. Diakses pada: 19 Maret 2013


Anonim. 2013. Sidang Putusan Rafi Ahmad. http://m.antaranews.com/berita/363245/praperadilan-rafi-ditolak. Diakses pada: 19 Maret 2013







[1] Taufik Basri. Panduan Bantuan Hukum Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Halaman 324
[2] Darwan Prinst. 1998. Hukum Acara Pidana dalam Praktek. Djambatan halaman 30
[3] Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Halaman 183
[4] M. Yahya H. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Halaman1
[5] Op. It. Halaman 341
[6] Op. It. Halaman 3
[7] B Simarmata. Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan Dalam Perkara Pidana. Yutisa Hukum FH UNS. Halaman 117-118
[8] Drs. Nico Ngani, S.H dkk. Mengenal Hukum Acara Pidana. Liberty. Halaman 5
[9] Op. it. Halaman 13
[10] Op.it. halaman 324
[11] Muzakir. Sidang praperadilan terdakwa tak harus hadir. http://detik.com
[12] Dinar J N. evektifitas praperadilan sebagai upaya mencari keadilan bagi terdakwa atas kekeliruan dalam penangkapan dan penahanan. FH UNS. Halaman 61-62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar